JAKARTA - Data
Aviation Safety Network menyatakan Indonesia telah mengalami 104 kecelakaan
pesawat sipil dengan lebih dari 1.300 kematian terkait sejak 1945.
Dengan data itu, Indonesia dianggap sebagai tempat paling berbahaya untuk
terbang di Asia.
Jatuhnya Boeing 737-500 SJ182 milik Sriwijaya Air
yang membawa 62 orang di perairan Kepulauan Seribu berada di antara daftar
kecelakaan maut dalam dunia penerbangan Indonesia tersebut. Pesawat itu jatuh
tak lama setelah lepas landas dan penyebabnya belum diketahui.
(Baca: Sriwijaya
Air SJ182 Masih Laik Terbang meski Berusia Tua )
Para pakar penerbangan kini menyoroti rekor buruk kecelakaaan penerbangan
Indonesia. Menurut mereka, rekor kecelakaan penumpang pesawat sipil Indonesia
merupakan yang terburuk di Asia sejak 1945 dibandingkan negara lain di kawasan
tersebut.
Kecelakaan di masa lalu telah dikaitkan dengan pelatihan pilot yang buruk,
kegagalan mekanis, masalah kontrol lalu lintas udara, dan perawatan pesawat
yang buruk.
Baca Juga:
- Pencarian Korban Sriwijaya Air, Penyelam Polri Dapatkan 21 Temuan
- Pemain Asing Persebaya Lari 30 Hari Galang Dana untuk Korban SJ-182
Para ahli mengatakan ada banyak perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, dan
kecelakaan terbaru itu membuat mereka mempertanyakan kemajuan sebenarnya dari
pengawasan dan regulasi penerbangan Indonesia.
Mengapa Indonesia sering mengalami kecelakaan pesawat? Itu karena kombinasi
faktor ekonomi, sosial dan geografis.
Setelah jatuhnya rezim Soeharto pada akhir 1998, hanya ada sedikit regulasi
atau pengawasan terhadap industri penerbangan.
Maskapai penerbangan berbiaya rendah membanjiri pasar, memungkinkan penerbangan
menjadi cara yang umum bagi banyak orang untuk bepergian melintasi negara
kepulauan yang luas ini, yang memiliki banyak wilayah yang masih kekurangan
infrastruktur transportasi yang efisien atau aman.
Lihat Juga: Sosok Teller Bank yang Dibunuh Sadis
Amerika Serikat pernah melarang maskapai-maskapai penerbangan Indonesia beroperasi di negara itu dari 2007 hingga 2016 karena maskapai-maskapai itu kekurangan dalam satu atau lebih bidang, seperti keahlian teknis, personel terlatih, prosedur pencatatan atau inspeksi.
(Baca juga: Anggap
Pengkhianat, Massa Pro-Trump Hendak Gantung Wapres Pence di Capitol )
Uni Eropa juga memberlakukan larangan serupa dari 2007 hingga 2018.
Apakah semuanya membaik? Ya, pernah.
"Keterlibatan dengan industri telah meningkat secara signifikan dan
pengawasan menjadi lebih ketat," kata pakar penerbangan dan pemimpin
redaksi AirlineRatings.com, Geoffrey Thomas, seperti dikutip AP,
Senin (11/1/2021).
"Ini termasuk inspeksi yang lebih sering, regulasi yang lebih kuat dari
fasilitas dan prosedur pemeliharaan, dan pelatihan pilot yang lebih baik,"
ujarnya.
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) AS memberi Indonesia peringkat Kategori
1 pada tahun 2016, yang berarti menetapkan bahwa negara tersebut mematuhi
standar keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.
Mengapa Tragedi Terbaru Terjadi?
Terlalu dini untuk mengatakannya. Para ahli mengatakan, mungkin ada beberapa
alasan, termasuk kesalahan manusia, kondisi pesawat, dan cuaca buruk di kawasan
Jakarta tempat pesawat berangkat.
Nelayan di sekitar kecelakaan mengatakan mereka mendengar ledakan, diikuti
puing-puing dan bahan bakar yang mengelilingi kapal mereka. Tetapi hujan lebat
mengganggu penglihatan mereka dan mereka tidak dapat melihat lebih banyak lagi.
Sriwijaya Air hanya mengalami insiden kecil di masa lalu, meskipun seorang
petani tewas pada tahun 2008 ketika salah satu pesawatnya jatuh dari landasan
pacu saat mendarat karena masalah hidrolik.
Lihat Juga: Rekomendasi Series Romantis Yang Bikin Baper Penonton
Direktur Utama maskapai, Jefferson
Irwin Jauwena, mengatakan pesawat yang jatuh berusia 26 tahun dan sebelumnya
digunakan oleh maskapai penerbangan di Amerika Serikat. Menurutnya, pesawat
masih layak terbang.
Dia mengatakan kepada wartawan bahwa pesawat itu sebelumnya terbang pada hari
yang sama.
Namun para ahli mengatakan penyelidikan diperlukan untuk menentukan apakah
pesawat itu benar-benar cocok untuk terbang.
Situs jatuhnya pesawat dan kotak hitam pesawat telah ditemukan pada hari
Minggu. Pihak berwenang saat ini sedang bekerja untuk mengambil perekam data
penerbangan dan perekam suara kokpit dari laut. Bahan yang ditarik dari air
laut, termasuk kotak hitam, dapat memberikan gambaran tentang apa yang terjadi.
Tapi, konsultan penerbangan Indonesia Gerry Soejatman mengatakan penyelidikan
bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan mungkin berbulan-bulan.
Indonesia diharapkan akan memimpin penyelidikan, dengan pengamat internasional
biasanya disambut juga. Menurut Soejatman, seharusnya ada laporan sementara
dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia dalam waktu satu bulan.
"Analisisnya akan dimulai dengan laporan itu," katanya.
Lihat Juga: Rekomendasi Game Santai Yang Bisa Dimainin Di Rumah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar