TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Hingga Senin (25/1/2021), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dili, telah memulangkan sebanyak 226 warga negara Indonesia (WNI) dari Timor Leste.
Dubes Indonesia untuk Timor Leste Sahat Sitorus mengungkapkan selama Januari 2021, ke 226 WNI tersebut dipulangkan melalui program repatriasi mandiri.
"Awal Januari 2021 ada 118 orang WNI yang difasilitasi menggunakan pesawat NAM Air. Lalu kemarin (22/1/2021) kami juga sudah pulangkan 108 orang menggunakan maskapai Citilink," kata Sahat Sitorus,
Pemulangan WNI di Timor Leste menggunakan fasilitas repatriasi mandiri akibat adanya penutupan sementara atau Lockdown akibat adanya Covid-19 di Timor Leste.
Sahat menjelaskan bahwa WNI yang ingin pulang ke Indonesia adalah mereka yang memang sudah bertahun-tahun tidak pulang bertemu keluarga.
Oleh karena itu, KBRI pun memfasilitasi mereka dengan mendatangkan pesawat dan melakukan nego sehingga harganya sesuai dan WNI yang membayarnya.
"Mereka yang pulang adalah pekerja migran Indonesia seperti pekerja konstruksi, tenaga mekanik/mebel karyawan perusahaan serta pengusaha yang membuka usaha di negara ini," jelas Sahat.
Saat ini Timor Leste memang tengah melakukan Lockdown akibat pandemi virus corona, namun siapa sangka beberapa waktu lalu, negara itu sempat dipuji setelah dianggap berhasil mengatasi pandemi Covid-19.
Dalam laporan Oktober 2020 lalu, negara ini berhasil mencegah penyebaran virus corona.
Meskipun, negara itu dianggap memiliki sistem kesehatan yang rapuh, dan ekonomi yang cukup buruk hingga masuk dalam salah satu negara termiskin di dunia. Namun keberhasilannya mengatasi pandemi Covid-19, membuatnya pantas mendapat pujian.
Timor Leste melakukan keseriusan dalam mengatasi pandemi sejak Maret 2020, melakukan pembatasan perjalanan, membangun kapasitas pengujian, memberikan dukungan rumah tangga.
Bahkan saat Indonesia memiliki kasus hampir 12.000 kematian, Timor Leste hanya memiliki 0 kematian dengan 28 kasus yang dikonfirmasi. Selebihnya tidak ada yang aktif, dan tidak ada penularan dari komunitas yang dikonfirmasi.
Mungkin seperti keberuntungan, tetapi Timor Leste juga memiliki manajemen yang baik dan waktu yang bagus dalam melakukan penanggulangan.
Menurut data worldmeters.info, Senin 25 Januari 2021 siang Wita, kasus virus corona tingkat dunia berjumlah 99.774.351, kematian 2.139.031, sembuh 71.746.746.
Amerika Serikat tetap berada di posisi teratas dengan jumlah kasus positif 25.702.125.
Baca juga: Wisatawan Timor Leste Serbu Indonesia
Sementara Indonesia berada di urutan 19 dengan total kasus positif 989.262.
Sedangkan Timor Leste yang bertetangga langsung dengan Indonesia, terutama wilayah Timor Barat, berada di urutan 202 dengan total kasus virus corona 67 orang, 50 sembuh, 17 dirawat, tidak ada kasus kematian.
Meski demikian, ternyata Timor Leste tetap saja memiliki masalah besar, kegagalan dalam pembangunan, dan berjuang setelah kemerdekaan.
Menurut Devpolicy.org, dampak pandemi juga terasa begitu besar pada negara yang baru saja merdeka ini.
Salah satu aspek paling mendesak di tengah pandemi ini adalah status pangan, yang memaksa 60 persen penduduknya menyediakan 80 persen pasokan pangan.
Pertanian komersial skala besar tidak pernah berkembang pesat di Timor Leste.Mayoritas pertanian nasional dilakukan di perkebunan rakyat semi-subsisten dengan menggunakan teknik adat, dan bahkan saat ini sedang menurun.
Setiap tahun Timor Leste mengonsumsi sekitar 134.700 ton beras, namun selama 2018 dan 2019 hanya tumbuh 40.275 ton.
Hasilnya adalah bahwa Timor Leste sangat bergantung pada impor pangan, dan rentan terhadap guncangan global yang mungkin mengganggu mereka.
Ditambah dengan kondisi di mana Covid-19 telah membatasi kemampuan beberapa petani untuk melakukan pekerjaan mereka dan memasarkan produk mereka.
Mudah untuk melihat mengapa pasokan makanan negara itu sekarang berada dalam situasi yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Presiden Meksiko Lopez Obrador Positif Covid-19
Situasi ini tidak hanya terjadi di Timor, menurut Program Pangan Dunia (WFP), lebih dari 265 juta orang berisiko kelaparan pada akhir tahun 2020.
Namun, di Timor Leste risikonya terasa sangat akut.
Selama pertengahan tahun 1970-an lebih dari 80.000 orang meninggal karena dampak kelaparan yang disebabkan oleh perang.
Hingga kini lebih dari setengah penduduk menderita kerawanan pangan.
Jatuhnya harga produk dan jumlah pelanggan membuat pria ini, dan banyak orang lain seperti dia, berjuang untuk menafkahi keluarga mereka.
Bagi para petani Timor, yang sudah harus berjuang dengan keluarga besar, cuaca yang tidak menentu dan tanah yang buruk.
Kehilangan pendapatan semacam ini kemungkinan besar akan merusak kemampuan mereka untuk menopang diri dan melanjutkan kegiatan produktif mereka secara signifikan.
Menurut sumber-sumber pemerintah di Timor Leste, 40 persen dari pendapatan rumah tangga dihabiskan untuk makanan.Tentu saja semua dampak ini bahkan lebih serius bagi kelompok yang kurang beruntung seperti janda, orang cacat dan orang tua.
Untuk memberikan kredit pada saat yang seharusnya, konsekuensi ekonomi Covid-19 belum sepenuhnya diabaikan oleh pemerintah.
Pemerintah telah meluncurkan paket bantuan ekonomi, yang mencakup bantuan tunai sebesar 200 dollar AS kepada setiap rumah tangga dengan pendapatan kurang dari 500 dollar AS per bulan, serta kredit listrik sebesar 15 dollar AS per bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar