Pengantar Singkat:
=================================
"Anda boleh
percaya boleh tidak. Tapi demi CATUR MOBILISASI yang diberkati ALLAH pada 20
Februari 1994 di Bukit Sio(n), saya ingin pastikan; selama Presiden José Manuel
Ramos Horta tidak meresmikan Situs "The Circle of Peace" (Lingkaran
Perdamaian) dan menanda-tangani Dokumen UPA dan Perjanjian Bintang Daud",
maka bisa dipastikan Pemenang Nobel Perdamaian 1996 tersebut, tidak akan bisa
menduduki Kursi Presiden Timor Leste sampai tahun 2027."
=================================
Hari ini, 23 April 2022, saya memposting artikel ini untuk mengenang kenangan 23 April 1993 (29 tahun lalu) dan hubungannya dengan kemenangan Dr. José Manuel Ramos Horta, dalam pemilihan Presiden Timor Leste, yang berlangsung dua putaran (19 Maret dan 19 April 2022).
Saya berharap, sebelum
tahun 2022 berakhir, Presiden José Manuel Ramos Horta, diijinkan ALLAH untuk
meresmikan Situs "The Circle of Peace" (Lingkaran Perdamaian) dan
sekaligus menanda-tangani dua dokumen penting, yaitu Dokumen UPA dan Perjanjian
Bintang Daud, yang gagal ditanda-tangani pada 18 April 2022.
Tapi jika sampai
tahun 2022 berakhir, tidak ada ijin dari ALLAH bagi Presiden José Manuel Ramos
Horta untuk meresmikan Situs "Lingkaran Perdamaian", dan
menanda-tangani dua dokumen tersebut, maka bisa dipastikan (1000%), Pemenang
Nobel Perdamaian 1996 itu, tidak akan bisa menduduki Kursi Presiden Timor Leste
sampai tahun 2027.
Padahal, dalam pertemuan yang saya sebuat "Pertemuan Meja Elips" (Bukan Meja Bundar), antara Tim Sukses Dr. José Manuel Ramos Horta, Rektor UNPAZ (Universidade da Paz) dan Pimpinan Fundasaun Neon Metin, pada 29 Maret 2022 (sebagaimana bisa dilihat dalam foto-foto terlampir), diputuskan bahwa Dr. Jose Manuel Ramos Horta, setelah hadir pada 30 Maret 2022, akan hadir kembali di UNPAZ pada 18 April 2022, untuk meresmikan Situs Lingkaran Perdamaian, sekaligus menanda-tangani Dokuemn UPA dan Perjanjian Bintang Daud.
Padahal, dalam
pertemuan yang saya sebuat "Pertemuan Meja Elips" (bukan PertemuanMeja Bundar), antara Tim Sukses
Dr. José Manuel Ramos Horta, Rektor UNPAZ (Universidade da Paz) dan Pimpinan
Fundasaun Neon Metin, pada 29 Maret 2022 (sebagaimana bisa dilihat dalam
foto-foto terlampir), diputuskan bahwa Dr. Jose Manuel Ramos Horta, setelah hadir pada 30 Maret 2022, akan hadir
kembali di UNPAZ pada 18 April 2022, untuk meresmikan Situs Lingkaran
Perdamaian, sekaligus menanda-tangani Dokuemn UPA dan Perjanjian Bintang Daud.
DITOLAK OTORITAS KODAM IX UDAYANA GARA-GARA PROGRAM CATUR MOBILSIASI
Pada hari Minggu, 18
April 1993, ada hajatan pemilihan Ketua Impettu Bali yang berlangsung di Aula
Makorem 163/Wira Satya Denpasar Bali. Yang saat itu maju, ada 4 kandidat. Salah
satunya adalah sahabat terbaik saya, Companheiro Longuinhos Monteiro yang,
setelah Timor Leste berpisah dengan Indonesia (saya tidak menggunakan
terminologi: “Timor Leste merdeka dari Indonesia), menduduki berbagai jabatan
kenegaraan di Timor Leste, antara lain: Jaksa Agung Timor Leste, Kepala PNTL
(ekivalen dengan Kpolri di Indonesia), dan Menteri Dalam Negeri Timor Leste.
Dan hari itu, berkat
program yang saya namakan CATUR MOBILISASI, saya berhasil memenangkan pemilihan
tersebut dengan perolehan suara; 57,77778% (Jika dibulatkan, menjadi 58%),
dengan mengalahkan 3 kandidat lainnya, termasuk Companheiro Longuinhos Monteiro
yang saat itu menempati urutan kedua, dengan perolehan suara 31,1111%.
Secara lengkap, hasil
Pemilihan Ketua IMPETTU Bali hari itu, 18 April 1993, yang dihadiri 135 wakil
dari berbagai zona di Bali dan Mataram NTB, adalah sebagai-berikut:
1. Jose Turquel,
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana/UNUD, mendapat 6 suara
(4,44%).
2. Lorenço Colo,
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana/UNUD, mendapat 9 suara
(6,66%).
3. Longunhos
Monteiro, Mahasiswa Fakultas Hukum UNDIKNAS Denpasar, mendapat 42 suara
(31,11%).
4. Antoninho Benjamin
Monteiro, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/UNUD, mendapat
78 suara (57,78%).
Berselang 5 hari
setelah saya terpilih, tepatnya pada Hari Jum’at 23 April 1993, pagi-pagi
sekali saya didatangi "Maun Junior, salah satu Anggota (Lapangan) Korem
163/WS Denpasar. Kedatangan maun Junior, untuk meminta saya menghadap Kasiter
(Kepala Seksi Teritorial) Korem/163/WS, yang saat itu dijabat oleh Mayor Joko.
Di mataku, Mayor Joko, orangnya ramah sekali. Beliau lama bertugas di
Timor-Timur, khususnya di Maliana (Kabupaten Bonbonaro). Beliau mengenal baik
masyarakat Bobonaro, terutama para tokoh masyarakat Maliana. Salah satu tokoh
masyarakat yang dikenal baik Mayor Joko adalah Senhor Manuel Magalhães, (salah
satu tokoh pejuang Kemerdekaan Timor Leste) yang gugur pada September 1999 Negra
(pembantaian pasca pengumuman hasil Referendum 1999).
Hari itu saya bersama
“Maun Junior” (Putera asli Lospalos Timor-Timur), menuju Markas Korem 163/Wira
Satya Denpasar. Begitu tiba di sana, Mayor Joko bersama sejumlah Perwira TNI
lainnya yang tidak saya kenal, telah menunggu di sebuah ruangan. Setelah duduk
di hadapan Mayor Joko dan para Perwira yang mendampinginya, Mayor Joko dengan
ramah menjelaskan maksud beliau meminta saya menghadap. Tenyata saya diminta
menghadap karena ada instruksi dari atas (Pimpinan KODAM IX Udayana), untuk
harus menjelaskan maksud dan tujuan program yang saya namakan; CATUR
MOBILISASI.
Jadi hari itu saya diharuskan mempresentasikan Program CATUR MOBILISASI di hadapan Mayor Joko beserta belasan prajurit yang mendampingi Beliau yang tidak satupun saya kenal.
Rupanya sebelum saya
tiba, Mayor Joko telah memerintahkan Stafnya untuk menyediakan fasilitas yang
kira-kira saya butuhkan untuk memberikan presentasi, antara lain, white board
(papan putih), spidol, penghapus, buku tulis, minuman dan snack.
Presentasi saya
memakan waktu sekitar 1 jam lebih. Setelah itu diisi dengan session
tanya-jawab. Saat itu saya merasa seakan-akan sedang ujian thesis di hadapan
Tim Penguji yang semuanya Perwira Militer. Penjabaran Program CATUR MOBILISASI
yang terdiri dari 4 program pokok itu teralu luas untuk dijelaskan di sini.
Jadi tidak usah saya jelaskan. Nanti malah garing jadinya.
Session tanya-jawab
berlangsung amat alot. Ini dikarenakan saya diminta untuk harus merubah nama
program CATUR MOBILSASI menjadi PANCA MOBILISASI, dengan menambahkan satu
program titipan dari Kodam IX Udayana, yaitu; "Pendidikan Wawasan
Kebangsaan". Tapi saya tolak, karena saya “ngotot” mempertahakan
nomenklatur CATUR MOBILISASI. Karena saya tidak bersedia merubah CATUR MOBILISASI
menjadi PANCA MOBLISASI, maka memasuki jam satu siang, diskusi alot itu
terpaksa harus diakhiri tanpa mencapai kesepakatan.
Kami meninggalkan
ruangan itu. Setelah keluar dari ruangan, sejumlah Perwira lainnya bersalaman
dengan saya, kemudian pergi, sementara saya diajak Mayor Joko ke ruang kerjanya
yang masih tetap berada di area Markas Korem 163/WS yang terletak di Jl. PB
Sudirman Denpasar.
Di ruang kerja Mayor
Joko, suasana formil tidak terlalu terasa. Saya duduk berhadapan dengan Beliau
dan di antara kami dipisahkan oleh sebuah meja kerja. Beliau kemudian memencet
bel yang ada di meja kerjanya. Tidak lama berselang, hanya kurang dari semenit,
masuklah Staf yang membawakan nasi bungkus untuk makan siang. Melihat nasi
bungkus yang menyebarkan aroma ayam goreng, rasa lapar saya semakin menjadi.
Akhirnya saya dan Mayor Joko menyantap nasi bungkus tersebut.
Jujur, sebenarnya
saat itu saya merasa sangat tidak nyaman (malu) untuk menyantap nasi bungkus
tersebut, karena saya baru saja menolak mentah-mentah program titipan Otoritas
Kodam IX Udayana. Tapi rasa lapar telah mengalahkan rasa malu saya. Saya
menyantap nasi bungkus tersebut sampai ludes (mumpung gratis). Setalah selesai
makan, Mayor Joko berkata; “Monteiro...kamu ngantuk tidak. Saya kok malah merasa
ngantuk habis makan siang?” “Saya juga mulai merasa ngantuk Pak”, jawab saya.
Saya menjawab sambil berharap dalam hati; “Mudah-mudahan pertemuan segera
berakhir”.
Ternyata harapan saya
meleset. Pertemuan bukannya segera berakhir. Beliau kemudian mengeluarkan
sebuah toples dari laci dan meletakkannya di atas meja. Saya memperhatikan
toples tersebut. Di dalamnya penuh dengan permen. Salah satu merek permen
adalah permen yang mengandung bahan-bahan tertentu yang dapat mengusir rasa
kantuk.
Saya tidak akan
menyebutkan merek permen tersebut di sini karena saya bukan bintang iklan.
Mayor Joko kemudian berkata; “Silahkan Monteiro, ini ada permen pengusir rasa
kantuk”. Saya membuka toples dan mengambil permen pengusir rasa kantuk. Di saat
saya sedang menikmati permen, sambil menatap saya dalam-dalam Mayor Joko
berkisah;
“Monteiro....jujur
saja, kamu Kristen, saya juga Kristen. Kita sama-sama mengimani TUHAN YESUS
sebagai Sang Juru Selamat. Di luar baju ini (Beliau berkata sambil memegang
seragam hijau-nya), saya dan kamu adalah sama. Kita sama-sama mahluk ciptaan
TUHAN”.
Beliau sempat mengucapkan dengan lancar, ayat-ayat Injil yang ada hubungannya dengan isu; “terang dunia dan garam dunia”, ayat yang disinggung Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II saat mengunjungi Timor-Timur pada Kamis, 12 Oktober 1989.
Saya terus menatap
Mayor Joko, sambil bertanya-tanya dalam hati; “Apa yang sebenarnya hendak
disampaikan Sang Mayor yang baik hati ini?” Beliau kemudian meneruskan;
“Pada saat Pemilihan,
ketika hasilnya menunjukkan kamu yang terpilih, saya rasanya hampir pingsan
saat itu ”.
Saya kaget mendengar
pengakuan beliau. Beliau menatap saya sebentar kemudian memencet bel di balik
mejanya. Tak berselang lama, masuklah seorang Perwira TNI lainnya membawa
sebuah map merah. Perwira itu mengenakan celana training biru dan kaos putih
(mungkin habis olah raga karena hari itu, 23 April 1993 adalah Hari Jumat).
Mayor Joko memperkenalkan Perwira tersebut kepada saya;
“Ini Kapten
bla...bla... (Mayor Joko menyebutkan nama Kapten tersebut). Beliau ini orang
Sunda, (Jawa Barat). Beliau masuk Militer tidak melalui jalur normal, tetapi
melalui jalur Milsuk (Militer Sukarela), setelah Beliau menjadi seorang
Sarjana”.
Saya dan Kapten
berdarah Sunda itu bersalaman. Kapten itu tersenyum ramah, kemudian Sang Kapten
meninggalkan ruangan.
Setelah sang Kapten
Sunda meninggalkan ruangan, Mayor Joko membuka “map merah” dengan hati-hati.
Beliau mengeluarkan selembar surat yang diketik rapid an ditanda-tangani. Surat
itu adalah saurat resmi. Ada capnya. Sambil menutup isinya, Mayor Joko
menunjukkan kepada saya, sebuah catatan menggunakan tulisan tangan dengan tinta
hitam di sudut kanan atas lembar surat itu. Catatan itu adalah disposisi dari
Otoritas Kodam IX Udayana. Ternyata tulisan tangan tersebut adalah; “Perintah
dari Otoritas Kodam IX Udayana kepada Korem 163/Wira Satya Denpasar, agar
melakukan proses pemilihan ulang. Karena Ketua IMPETTU terpilih, masuk dalam
kategori “black list” (daftar hitam).
Mayor Joko
memperlihatkan disposisi itu secara singkat. Saya mencoba mengambilnya dari
tangan beliau. Tapi dengan cepat beliau menariknya kembali dan cepat sekali
memasukkan kembali lembaran itu ke dalam map merah dan menyimpannya ke dalam
laci. Setelah itu selama beberapa detik, suasana di ruangan itu menjadi hening.
Kemudian sambil menatap saya, Mayor Joko berkata;
“Saya harus jujur
berkata kepada Monteiro, bahwa apa yang barusan Monteiro baca adalah disposisi
dari Kodam IX UDAYANA yang memberikan perintah tegas, bahwa Pemilihan Ketua
Umum Impettu Bali harus diproses ulang, dengan alasan yang sudah Monteiro baca
sendiri. Kalaupun terpaksa Monteiro harus dilantik maka ada syarat mutlak yang
harus Monteiro taati, yaitu Monteiro harus merubah nama program dari CATUR
MOBILISASI menjadi PANCA MOBILISASI, dengan memasukkan program; "Pendidikan Wawasan Kebangsaan". Tapi jika Monteiro tetap mempertahankan nama
Program CATUR MOBILISASI, maka Monteiro tidak bisa dilantik, dan pemilihan
ulang harus segera diproses ”.
Rupanya salah satu
alasan saya ditolak untuk dilantik, referensinya adalah berdasarkan hasil
Litsus yang diadakan Militer Kodam IX Udayana, beberapa saat setelah terjadi
Insiden Santa Cruz Dili, 12 November 1991. Saat itu, pasca insiden Santa Cruz
Dili, semua mahasiswa Timor-Timur di Bali, dikumpulkan di Korem 163/WS untuk
dilitsus (satu per satu). Saya dilitsus oleh seorang Perwira bernama Saimungun,
berpangkat Peltu (Pembantu Letnan Satu).
Pak Saimingun ini,
orangnya lembut. Jauh dari kesan sangar. Lebih cocok menjadi Ustad dari pada
menjadi Prajurit. Dalam Litsus yang dilakukan Pak Saimingun, saya mengakui
dengan polos dan jujur bahwa saya Anggota RENETIL Jurado. Dan hasil Litsus yang
berlangsung sehari penuh itu, kesimpulannya, yang dituliskan di bagian akhir
lebaran Litsus adalah: ADA KERAWANAN. Kesimpulan Litsus hanya ada dua, yaitu:
ADA KERAWANAN dan TIDAK ADA KERAWANAN. Dan hasil Litsus yang dilakukan Pak
Saimingun terhadap saya adalah: ADA KERAWANAN. Hasil Litsus itulah yang menjadi
alasan mendasar bagi Otoritas Kodam IX Udayana untuk menolak saya.
Mendengar penjelasan Mayor Joko, saya kemudian menanggapi secara singkat, bahwa pada prinsipnya saya tidak memiliki ambisi untuk untuk menjadi Ketua Umum Impettu Bali. Tidak ada untungnya buat saya. Tidak memperoleh gaji bulanan. Bahkan sebaliknya menjadi Ketua Impettu Bali akan sangat mengganggu studi saya sebagai seorang mahasiswa Kedokteran. Saya bersedia maju, karena diminta oleh rekan-rekan. Jadi saya tetap tidak bersedia merubah nama program CATUR MOBILISASI menjadi PANCA MOBILISASI. Saya sampaikan kepada Mayor Joko untuk berkoordinasi dengan Ketua Panitia Pemilihan (Companheiro Domingos dos Santos Caeiro/mantan Sekretaris Negara Bidang Pekerjaan Umum), untuk memproses pemilihan ulang. Hari itu, di hadapan Mayor Joko, saya sampaikan niat untuk mengundurkan diri sebagai Ketua terpilih.
Mayor Joko sempat
bertanya; “Kenapa kamu ngotot mempertahankan CATUR MOBILISASI?”
Saya bilang; “saya
mempertahankan kata CATUR, karena kata CATUR itu, dalam Bahasa Sanskerta,
artinya empat. Selama Timor-Timur bergabung dengan Indonesia, sudah ada 4
Gubernur yang muncul, dan anehnya, nama lengkap ke-4 Gubernur ini, selalu
menghasilkan angka 4. Saya mengambil bullpen dari kantong baju saya dan
mengeluarkan sehelai kertas dari tas saya, dan saya mulia menulis di hadapan Mayor
Joko. Saya lalu mulai menulis satu per satu nama ke-4 Gubernur sebaga-berikut”:
1. Arnaldo dos Reis
de Araujo = 229 = 2+2+9 = 13= 1+3 = 4.
2. Guilherme Maria
Gonçalves = 238 = 2+3+8 = 13 = 1+3 = 4.
3. Mario Viegas
Carrascalão = 211 = 2+1+1= 4.
4. Abilio José Osorio
Soares = 265 = 2+6+5 = 13 = 1+3 = 4.
Setelah selesai
menghitung, saya menyodorkannya kepada Mayor Joko. Begitu beliau melihat hasil
cakaran saya, beliau seakan tidak percaya, sambil berkata; “Kok bisa ya? Ini
fakta yang aneh sekali?”
Saya Cuma bisa
menimpali; “Saya juga merasa heran Pak. Kok bisa, nama ke-4 Gubernur, selalu
menghasilkan angka 4. Ini pasti karena ada kekuatan supra natural yang
mengaturnya”.
Akhirnya malam itu,
sekitar pukul 9 malam, 23 April 1993, saat akan meninggalkan ruangan Mayor
Joko, Beliau sempat berkomentar; “Monteiro, kamu termasuk anak yang jujur, tapi
sayangnya kamu terlalu keras kepala. Kamu mengingatkan saya akan Pak Manuel
Magalhães, tokoh masyarakat Maliana yang saya kenal baik. Pak Manuel Magalhães
itu orangnya sangat jujur tapi beliau teguh memegang prinsipnya. Tolong
sampaikan salam saya buat Pak Manuel”.
Saya mengucapkan
terima-kasih kepada Mayor Joko dan berjanji akan menyampaikan salam Beliau
kepada Pak Manuel Magalhães, walaupun saat itu (23 April 1993) saya belum
mengenal Pak Manuel Magalahães yang dimaksud Mayor Joko. Jauh di kemudian hari,
setelah Timor-Timur “berpisah” dengan Indonesia (saya tidak menggunakan
terminologi; Timor-Timur “merdeka” dari Indonesia, karena penggunaan
terminologi ini, pada tataran politik, akan memunculkan konotasi yang berbeda),
baru saya tahu, ternyata Pak Manuel Magalhães adalah salah satu tokoh pejuang
Kemerdekaan Timor Leste, asli Maliana, yang gugur pada saat terjadinya
kerusuhan yang dikenal dengan istilah “Black September”.
Kerusuhan September
Hitam, terjadi sesaat setelah pengumuman hasil Referendum (4 September 1999).
Pak Manuel Magalhães adalah ayah kandung dari Companheiro Nivio Magalhães,
salah satu kader Partai Demokrat (PD), mantan Sekretaris Negara Bidang
Ketenaga-Kerjaan Timor Leste. Adiknya, Sr. Fidelis Magalhães, saat ini menjadi
salah satu menteri andalan di Kabinet VIII, pimpinan Perdana Menteri Taur Matan
Ruak.
Pertanyaannya adalah;
“Kenapa saya ngotot mempertahankan frasa CATUR MOBILISASI?”
Bersambung:
Catatan Kaki:
IMPETTU adalah singkatan dari Ikatan Mahasiswa Pemuda Pelajar Timor-Timur. Pada jaman itu, jumlah Anggota IMPETTU Bali ada ribuan orang. IMPETTU Bali dikenal sebagai IMPETTU yang paling merepotkan, karena mendirikan RENETIL, pada 20 Juni 1988. RENETIL adalah organisasi perjuangan bawah tanah (Klandestin), untuk memperjuangkan Kemerdekaan Timor Leste dari dalam wilayah Indonesia sendiri, sama halnya dengan sejumlah organisasi kepemudaan yang didirikan oleh sejumlah mahasiswa Indonesia di Belanda untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dari dalam wilayah negeri Belanda sendiri, seperti antara lain Indische Vereeniging yang didirikan di Belanda pada tahun 1908. Organisasi ini didirikan oleh mahasiswa Indonesia yang ada di Belanda yaitu: R.M. Notosuroto, Sutan Kasayangan, dan R. Husein Djadjadiningrat. Pada tahun 1922, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereenigning dan diubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar