SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Darah Daud 303. Semoga Anda menikmati apa yang ada di blog ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amen.

Cari Blog ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog DARAH DAUD 303 Memiliki aktivitas antara lain: penelitian, penulisan & konseling

Senin, 30 Agustus 2021

KETIKA ALLAH HARUS MENGGUGURKAN SALAH SATU POINT PENTING DARI NEW YORK AGREEMENT DEMI HUKUM SABAT

PENGANTAR SINGKAT 

Artikel ini sudah pernah ditayangkan di laman face book saya, pada 12 Juni 2020. Untuk itu, bagi mereka yang sudah membacanya, bisa di-skip saja. Sementara bagi pembaca yang ingin membaca versi face book-nya, bisa diklik di link ini:  

https://www.facebook.com/antoninho.rego.1/posts/270867407451046.

DIPANGGIL ALLAH KE BUKTI SIO(N) BUKAN KARENA SAYA ORANG SUCI, MELAIKAN KARENA PEOGRAM CATUR MOBILISASI

Pada hari Minggu, 18 April 1993, saya terpilih sebagai Ketua Umum Impettu Bali, menggantikan Ketua Impettu Bali ketiga, Companheiro Adolfo Fontes "Maulamas" (salah satu pendiri Renetil), asli Maliana (Atabae Aidaba Leten). IMPETTU = Ikatan Mahasiswa Pemuda Pelajar Timor-Timur. 

Saya berhasil memenangkan pemilu berkat program kerja yang saya beri nama "Catur Mobilisasi". Saya terpilih dengan suara 57,777778% dari total 4 kandidat. Salah satu kandidat yang layak saya sebutkan disini adalah Companheiro Longuinhos Monteirio,SH (Alumnus Fakultas Hukum Undiknas Denoasar), yang di kemudian hari menduduki sejumlah jabatan kenegaraan di Timor Leste, seperti: Jaksa Agung, Kapolrinya Timor Leste, dan Menteri Dalam Negeri. Pria berdarah campuran India-Timor Leste, yang menikahi wanita asli Singaraja Bali ini, merupakan salah satu membru Juradu Renetil. Dalam pemilihan tersebut, Comp. Long, menduduki posisi kedua dengan perolehan suara 31,11111%.

Pemilihan diadakan di Aula Makorem 163/Wira Satya Denpasar. Pemilihan menganut azas Luber (langsung, umum, bebas dan rahasia) setelah 4 kandidat mengadu program melalui perdebatan sengit di hadapan fihak militer selaku pembina dan anggota Impettu Bali.

Tapi sayangnya, setelah terpilih, saya ditolak fihak militer (Kodam IX Udayana dan Korem 163/Wira Satya Denpasar), selaku Pembina Impettu Bali. Ada dua alasan mendasar, kenapa fihak militer menolak melantik saya; 

(1). Karena saya tercatat sebagai Membru Juradu Renetil. Renetil adalah organisasi bawah tanah (klandestin) yang didirikan di Denpasar Bali, pada 20 Juni 1988, dengan tujuan utama, ikut memperjuangkan Kemerdekaan Timor Leste, dari dalam wilayah NKRI. Ini rada mirip dengan organisasi kaum muda yang didirikan Bung Hatta dan kawan-kawan di Belanda, pada jaman doeloe, untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia dari dalam wilayah Belanda sendiri.

(2). Alasan kedua, saya tidak dilantik, karena saya menolak usulan fihak militer untuk merubah kata "CATUR" menjadi PANCA. Fihak militer meminta saya menambahkan satu program lagi, yaitu "Wawasan Kebangsaan". Dengan demikian, nama program saya bukan "Catur Mobilisasi", tapi "Panca Mobilisasi". Penolakan ini cukup rasional, karena secara logika, bagaimana mungkin, seseorang yang sedang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, memiliki niat baik untuk memperjuangkan nilai-nilai yang termakdub dalam "Wawasan Kebangsaan".  

Saat itu, fihak militer bekerja sama dsengan Otoritas Pemda Tk. I Timor-Timur berupaya keras, meminta saya merubah CATUR menjadi PANCA. Tapi saya "keukeuh". Akibatnya saya tidak dilantik. Fihak militer mengusulkan untuk harus dilakukan pemilihan ulang. Tapi Anggota Impettu Bali, yang sepenuhnya dikendalikan Renetil, menolak melakukan pemilu ulang. Renetil menolak pemilu ulang karena saya merupakan membru juradu Renetil. Akhirnya pemilihan ulang gagal dilakukan. Akibatnya, saya juga tidak dilantik-lantik. Maju kena, mundur apalagi, lebih kena. 

Fihak militer memberi saya 'stigma' sebagai manusia yang "tidak berjiwa Pancasilais". Tapi fihak Militer tidak pernah bilang, saya manusia yang "tidak bermental Garudais". Padahal, saya "ngotot" mempertahankan kata "CATUR", justeru karena saya membela mati-matian "Burung Garuda" yang merupakan Lambang Pancasila. Karena dalam Alkitab (Perjanjian Lama), tertulis mengenai Garuda. Kok bisa begitu? Bagaimana ceritanya? 

Penjelasannya begini:

"Para Founding Father Indonesia, termasuk kebanyakan rakyat Indonesia, tidak tahu, atau tahu tapi tidak percaya, bahwa sejatinya, Burung Garuda itu tertulis dalam dua Kitab Suci Perjanjian Lama. Salah satunya adalah Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11. Di dalam pasal dan ayat tersebut tertulis kata-kata "Burung Buas dari Timur". 

Nah, yang dimaksud dengan "Burung Buas dari Timur" itu sebenarnya adalah "Burung Garuda". Tapi kebanyakan, Pemimpin dan rakyat Indonesia tidak tahu, apalagi menyadari hal ini. Walaupun belakangan, terutama setelah Presiden Soeharto lengser, banyak Umat Muslim Indonesia, khususnya Umat Muslim yang "kritis" (saya tidak menggunakan terminologi "Umat Muslim radikal"), mulai menyadari hal ini dan memberikan reaksi keras, menolak mentah-mentah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup bangsa".

Sekedar kilas balik singkat mengenai ideologi Pancasila. Berdasarkan sejumlah catatan sejarah, bahwa ketika Bung Karno menemukan ideologi Pancasila, di saat Bung Karno dibuang Belanda ke daerah yang merupakan kantong Katolik Roma, yaitu Ende Flores NTT, selama 4 tahun, dari 1934-1938. Di sanalah Bung Karno mendapatkan wahyu (ilham) mengenai Pancasila, yang di kemudian hari dipilih sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.

Pertanyaannya adalah kenapa justeru ide(ologi) Pancasila ditemukan di daerah kantong Katolik Roma? Padahal yang mendapatkan wahyu adalah Bung Karno yang nota bene Muslim, ditambah mayoritas penduduk Infonesia beragama Islam?

Jawaban satu-satunya yang paling logis adalah, karena Burung Garuda itu tertulis di dalam dua Kitab Suci Yahudi dan Kristen.

Misteri Angka Triple 444

Kita kembali ke cerita "Catur Mobilisasi".

Ketika saya ngotot mempertahankan kata "Catur", salah satu alasan hakikinya adalah karena saya mempertahankan angka triple 444". Bukankah menurut bahasa Sanskerta, 4 itu artinya "Catur". Angka triple 444 ini berhubungan erat dengan pelafalan "Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11", di mana tertulis kata-kata ALLAH, berbunyi: "Aku memanggil burung buas dari timur".

Nilai numerik dari kalimat: "Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11", jika dikonversikan ke dalam bilangan dan kemudian dijumlahkan, hasilnya adalah 444.

Kitab Yesaya = 119

Pasal empat puluh enam = 215

Ayat sebelas = 110

Total = 119 + 215 + 110 = 444.

Pertanyaannya, "Apa hubungan antara angka triple 444 ini dengan "Sumpah Referendum yang saya ikrarkan pada 12 Juni 1998?"

Sekarang coba Anda hitung sendiri, dari tanggal 12 Juni 1998 sampai 30 Agustus 1999, bukankah durasi waktunya adalah "444" hari? Tanggal 12 Juni 1998, tanggal di mana saya mengikrarkan Sumpah Referendum di hadapan ribuan massa demonstran yang dikepung aparat Militer Indonesia dari berbagai angkatan, dengan panser-pansernya. Ternyata setelah Sumpah Referendum diikrarkan, tepat pada hari ke 444, referendum benar-benar terlaksana pada 30 Agustus 1999. Adakah yang mengira, rentang waktu 444 ini tidak ada hubungannya dengan "Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11?" Jika ada orang seperti itu, maka terkutuklah manusia tersebut beserta turunannya, dari generasi ke generasi hingga mencapai "444 generasi". Anda bayangkan saja. Jika satu generasi, durasinya 40 tahun, maka berapa tahunkah, 444 generasi?

DIPANGGIL ALLAH KE BUKIT SIO(N)

Dalam Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11, tertulis firman TUHAN berbunyi begini: "Aku memanggil burung buas dari timur".

Pada Februari 1994, saya yang saat itu menyandang status sebagai "dokter muda" sedang menjalani stasi (praktek) di Lab Anesthesi Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar Bali. Pada Kamis dini hari, 3 Februari 1994, saat saya tertidur di Ruang HCU (High Care Unit), saat melaksanakan observasi ketat terhadap pasien penderita peritonitis akut, post operasi laparatomy, dua Malaikat menampakkan diri dalam mimpiku dan memintaku harus datang ke Bukit Sio(n) yang terletak di Kaki Gunung Ramelau Timor-Timur.

Kata kedua Malaikat dalam mimpi, ALLAH memanggil saya, karena ALLAH berkenan memberkati program Catur Mobilisasi yang ditolak fihak militer.

Akhirnya pada tanggal 8 Februari 1994, saya meninggalkan Denpasar menuju Dili, menumpang pesawat merpati. Dan pada Jum'at petang, tanggal 18 Februari 1994, saya mencapai Bukit Sio(n) yang terletak di Kaki Gunung Ramelau. Pada Minggu dini hari, 20 Februari 1994, ALLAH berbicara dari balik TakhtaNya yang bentuknya sulit digambarkan dengan kata-kata, dengan suaraNya yang menggelegar bagai desau air bah, sambil mengangkat lengan kananNya tinggi-tinggi. Saat itu, saya tidak melihat wajah ALLAH. Saya hanya melihat sebuah lengan kanan raksasa muncul dari balik Takhta Agung.

Kalimat pertama yang diucapkan ALLAH, menggunakan Bahasa Tetun, terdiri dari 5 kata. Kata pertama dimulai dengan huruf B. Kata terakhir, dimulai dengan huruf H, yakni "Haat", yang artinya "empat" (4). 

Anda bayangkan saja. Hanya gara-gara saya membuat Program Catur Mobilisasi, untuk mempertahankan kata "Catur" (4), ALLAH mengutus dua MalaikatNya memanggil saya, untuk memberkati program Catur Mobilisasi. Akhirnya setelah pemanggilan ke Bukit Sio(n), pada hari Sabat, 10 Desember 1994, di Aula Makorem 163/Wira Satya Denpasar, saya secara resmi dilantik Danrem 163/Wira Satya Denpasar, Kolonel Soentoro, seorang perwira TNI yang berhati Malaikat. Hampir semua tahanan politik Timor-Timur, mengenal baik Kolonel Soentoro sebagai orang baik.

Jika kita menghitung dari hari saya terpilih sebagai Ketua Umum Impettu Bali, pada 18 April 1993, sampai 10 Desember 1994, hari di mana saya dilantik, jarak waktunya adalah "601" hari. Angka 601 ini sebuah simbol yang sangat penting karena angka 601 inilah yang mengandung dan melahirkan "Keturunan Daud". Dan pada 12 Juni 1998, melalui Demo Deplu, saya mengikrarkan "Sumpah Referendum" sesuai pesan ALLAH yang saya terima di Ramelau. Dan tepat pada hari ke "444" (30 Agustus 1999), referendum benar-benar terlaksana. Ini amat menakjubkan.

Menggugurkan New York Agreement

Pada 5 Mei 1999, di Markas Besar New York Amerika Serikat, PBB bersama Portugal dan Indonesia, mencapai kesepakatan yang terkenal dengan sebutan "New York Agreement". Berdasarkan "New York Agreement", hasil referendum akan diumumkan pada hari Selasa, 7 September 1999. Bukan hari Sabat, 4 September 1999.

Pada Juli 1999, saya direkrut IOM (International Organization for Migration), untuk menjalani fungsi sebagai interpreter di TPS Renon Denpasar. Saat itu, di wilayah Indonesia, didirikan 5 TPS, yaitu: Denpasar, Surabaya, Jogjakarta, Jakarta dan Ujung-Pandang (kini berubah nama jadi Makassar).

Semua staf internasional yang bertugas di 5 TPS tersebut, berasal dari Kanada. Saya tidak tahu kenapa semuanya harus dari Kanada? Tampaknya, Kanada dipilih karena dinilai memiliki pengalaman dalam hal referendum, karena Kanada baru saja menyelenggarakan referendum pada 1995, untuk menyelesaikan masalah Quebeck. Tapi supervisor utama dari 5 TPS tersebut di atas adalah orang Amerika.

Menjelang pelaksanaan referendum, saya taruhan dengan pimpinan TPS Renon Denpasar, Mr. Mike Montegano, warga negara Kanada, keturunan Italia. Taruhannya adalah "potong jari kelingking". Saya mengatakan kepada Mr. Mike bahwa hasil referendum, akan diumumkan pada hari Sabat, 4 September 1999. Bukan pada hari Selasa, 7 September 1999, sesuai "New York Agreement". Mike marah besar, sampai-sampai harus membanting pintu. Mike merasa saya melecehkan ketetapan PBB, mengenai jadwal pengumuman hasil referendum.


Akhirnya, saya mengajak Mayor Tinakorn (Angkatan Laut asal Thailand), yang saat itu, bersama Kolonel Arifin (Angkatan Darat) dari Malaysia, yang menjalani fungsi sebagai MLO (Military Liaison Officer = Penghubung Militer), pergi ke Pasar Kumbasari Jl. Gajah Mada Denpasar, untuk membeli "Patung Dewa Siwa" sebagai simbol taruhan, menggantikan "taruhan potong jari kelingking". Pada 30 Agustus 1999, sebelum berpisah dengan keempat Staf Kanada (Mrs. Nicole, Mrs. Marie Maison, Mr. John dan Mr. Mike Montegano), saya menitipkan patung Dewa Siwa kepada keempat warga negara Kanada untuk dibawa ke Kanada.

Jika hasil referendum diumumkan sesuai New York Agreement, yaitu 7 September 1999, maka mereka berempat boleh membakar patung Dewa Siwa tersebut. Tapi jika ternyata, hasil referendum diumumkan pada hari Sabat, 4 September 1999, maka mereka berempat tidak boleh membakar patung Dewa Siwa. Lalu kami berpisah malam itu, 30 Agustus 1999.

Ternyata apa yang terjadi? Tanpa ada angin, tanpa ada badai, tiba-tiba saja UNAMET (United Nations Administration Mission for East Timor) yang merupakan perpanjangan tangan PBB, mengumumkan hasil referendum pada 4 September 1999. Maka gugurlah salah satu poin penting dari New York Agreement. Ini terjadi karena: "ALLAH berkuasa menulis lurus dalam garis bengkok".

Pro Otonomi Murka dan Mengamuk

Tapi yang menjadi masalah adalah: gara-gara perubahan jadwal pengumuman hasil referendum ini, fihak Pro Otonomi murka dan mengamuk habis-habisan. Unamet dinilai sengaja melakukan kecurangan untuk memenangkan fihak Pro Kemerdekaan. Fihak Pro Kemerdekaan dibantai di mana-mana. Terjadilah "Setembro Negra" (September Hitam), mewarnai sejarah Timor Leste.

Fihak Pro Otonomi yang mengaku berjiwa Pancasilais dan bermental Garudais sampai detik ini masih mencurigai bahwa perubahan pengumuman hasil referendum itu, sebagai wujud konkrit kecurangan PBB-Unamet. Padahal perubahan jadwal pengumuman hasil referendum itu, justeru ada hubungannya dengan Pancasila dan Burung Garuda. Falsafah bangsa dan Lambang NKRI. Bahkan di kemudian hari, melalui bukunya berjudul: "TIMOR-TIMUR: The Untold Story", yang terbit pada Januari 2013, Jenderal Kiky Syahnakri, mantan Danrem 164/Wira Dharma Dili, yang juga mantan Pangdam IX Udayana, menuliskan ratusan kata "kecurangan" dalam bukunya, hanya gara-gara terjadinya perubahan jadwal pengumuman hasil referendum. Padahal, sadar atau tidak, mengetahui atau tidak, keputusan PBB dan Unamet, bersubordinasi (tunduk dan terikat total) kepada firman TUHAN, baik yang tertulis dalam Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11, maupun firman TUHAN yang diucapkan ALLAH pada Minggu dini hari, 20 Februari 1994, saat memberkati programku: "Catur Mobilisasi". Inilah ironi kehidupan.


SEMUANYA SERBA 4

1. Menjadi Ketua Umum Impettu Bali ke 4.

2. Membuat Program untuk mempertahankan angka 4.

3. Pada 20 Februari 1994, ALLAH mengucapkan angka 4.

4. Dilantik Kolonel Soentoro dengan nama angka 4.

5. Sumpah Referendum terlaksana pada hari ke-444.

6. Hasil referendum diumumkan pada angka 4.

7. Semuanya demi Hukum Sabat, angka 4.


Melihat data dan fakta di atas, haruskah ada yang menyangkal bahwa berdirinya negara Timor Leste, tidak ada hubungannya dengan "Catur Mobilisasi?"

https://www.facebook.com/antoninho.rego.1/posts/270867407451046

Tidak ada komentar: