Suatu malam, di tahun 1797, setelah Tuan Livingston berpindah dari agama Presbyterian menjadi Katolik selama beberapa minggu, Tuan Livingston melihat cahaya yang menyilaukan di salah satu sudut kamarnya, dan dalam sekejap, seluruh rumah dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan. Kemudian orang tua itu mulai mendengar Suara misterius, yang memerintahkannya untuk segera pergi ke gereja, melakukan pengakuan dosa dan menghadiri Perayaan Ekaristi. Ini hanyalah kunjungan yang pertama dari keseluruhan rangkaian kunjungan selama 17 tahun disertai dengaan pelajaran yang sering diberikan oleh Suara misteirus tersebut, yang secara keseluruhan merupakan elemen yang jauh lebih penting dalam cerita kali ini.
Seringkali Suara mistik itu datang dan berseru: "Saya ingin doa". Dan kemudian Suara mistik itu akan membangunkan Tuan dan Nyonya Livingston di malam hari dan memberitahu mereka untuk berdoa dengan sungguh-sungguh, dengan ketekunan dan Suara mistik itu menganjurkan, agar doa-doa mereka dipersembahkan untuk orang-orang berdosa yang sedang menderita di Api Penyucian. Kadang-kadang Suara mistik itu akan membuat mereka berdoa selama tiga jam, meskipun mereka mengakui bahwa tiga jam itu rasanya tidak lebih dari beberapa menit. Dan kemudian Suara mistik itu akan tiba-tiba memanggil seluruh keluarga di malam hari dengan kata-kata ini: "Ayo semua duduk!" Dan kemudian Suara mistik itu akan mengajar mereka dengan sangat teliti, sangat detail mengenai berbagai dogma agama Katolik.
Suara mistik itu menekankan bahwa meskipun mereka tidak dapat melihat orang yang berbicara kepada mereka, namun mereka harus selalu mematuhi Suara yang mereka dengar. Konon, ada kisah dimana, beberapa anak kecil dilaporkan telah melihat pemilik Suara itu yang sesungguhnya. Ini membuat Tn. Livingston sadar bahwa jika dia mematuhi segala perintah yang diberikan Suara mistik itu, dia akan tahu siapakah sebenarnya pemilik Suara mistik itu, sebelum kematian menjemputnya.
Suatu saat, setelah Suara mistik itu bernyanyi tiga kali dengan sangat indah dalam bahasa Latin dan Inggris, Livingston mulai yakin bahwa pengunjung misterius mereka, kemungkinan besar seorang Imam. Dan pada akhirnya, selama 17 tahun berikutnya, Suara mistik tersebut bertindak sebagai “Direktur” yang membimbing keluarga Livingston dan Mc Sherry dengan sangat bijak, lembut, namun sangat tegas.
Kapanpun Suara mistik itu berkunjung - terkadang disertai dengan cahaya terang, Suara mistik itu akan berkata, saat mereka membuat Tanda Salib: “—Tiga Nama Besar ..! Tidak ada yang lebih besar di bumi! Tidak ada yang lebih besar di Surga! ” Setelah itu Suara mistik itu memerintahkan keluarga Livingstons untuk berpuasa selama 40 hari, yang diisi dengan tiga jam berdoa setiap hari.
Suara mistik itu juga memerintahkan mereka untuk menetapkan tanggal 4 Maret setiap tahun sebagai hari suci khusus, sebagai bentuk ucapan terima kasih atas pertobatan mereka. Dan pada hari itu, di akhir puasa 40 hari, Tuan Livingston mendengar Suara mistik itu bernyanyi dengan sangat indah, seperti Suara mistik itu bernyanyi pada salah satu perayaan Hari Arwah.
Selama 17 tahun, setiap malam, Suara mistik itu akan datang untuk bergabung dengan keluarga Livingston dalam doa mereka. Suara mistik itu akan ikut berdoa Rosario bersama mereka, dan mengajari mereka bagaimana berdoa dengan baik. Suara mistik itu juga menjelaskan kepada mereka, dan menyatakan bahwa: “Satu Missa jauh lebih berkenan kepada Tuhan Yang Mahakuasa daripada semua keluhan dan air mata seluruh dunia disatukan.
Suara mistik itu juga menekankan kepada keluarga itu, betapa besarnya berkah bagi kita yang memiliki Bunda Allah yang penuh belas kasih sebagai Pembela kita, dan Suara mistik itu mengatakan bahwa Bunda Suci Perawan Maria memiliki kuasa yang besar atas nama orang-orang berdosa yang miskin. Dan karena Ny. Livingston, yang pernah menjadi seorang Presbiterian, agak keras kepala dalam menghormati Perawan Maria yang Terberkati, Suara mistik itu bersikeras bahwa di bagian kedua dari Salam Maria yang mereka ucapkan, mereka harus berkata: "Kudus, Kudus, Maria Suci, Bunda Allah ..."
Suatu hari, ketika salah satu anak gadis Livingston pergi mengaku dosa dan tidak menyebutkan dosa tertentu karena merasa malu, setelah gadis itu kembali ke rumah, Suara mistik itu muncul dan tidak hanya memberi tahu kepada seluruh keluarga bahwa gadis itu tidak menyebutkan dosa tertentu dalam pengakuannya, tetapi juga mengingatkannya akan hal itu, dan Suara mistik itu mendesaknya untuk kembali melakukan pengakuan dosa sesegera mungkin.
Untuk membebaskan jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian, Suara mistik itu mendesak keluarga Livingstons dan McSherrys untuk mempersembahkan doa bagi jiwa-jiwa yang sedang menderita di Api Penyucian, dan menjanjikan kepada mereka bahwa jiwa-jiwa ini, setelah dibebaskan dari Api Penyucian berkat doa-doa yang mereka panjatkan, maka jiwa-jiwa ini akan menjadi perantara bagi mereka di hadapan Tuhan Yang Mahakuasa. Suara mistik itu memberi tahu Tuan Livingston bahwa setiap doa yang mereka ucapkan untuk jiwa-jiwa yang malang di Api Penyucian, seperti plester baru pada luka yang sakit.
Suatu hari ketika Tuan Livingston sedang bekerja di ladang bersama anak-anaknya, tiba-tiba dia merasakan sakit yang luar biasa. Anak-anaknya melihat Tuan Livingston menjadi pucat pasi dan meringkuk. Saat anak-anaknya membantunya berjalan pulang, Tuan Livingston menjelaskan bahwa dia baru saja mendengar jiwa di Api Penyucian berteriak meminta tolong. Dan kemudian dia berulang-ulang berkata bahwa dia tidak akan pernah bisa melupakan jeritan itu — sungguh mengerikan!
Suatu malam Suara mistik itu membuat keluarga Livingston bangun tiga kali untuk berdoa bagi jiwa tertentu di Api Penyucian.
Dan salah satu anak gadis Livingston mulai berpikir tentang banyak hal yang tidak bisa diterima akal sehat. Terutama tentang jiwa-jiwa yang katanya bisa diselamatkan dengan doa-doa, yang tampaknya semuanya sengaja dibesar-besarkan. Lalu apa yang terjadi? Tiba-tiba saja mereka semua mendengar ada suara berteriak: “Toloong ..! Toloong..!" Ketika ditanya, jenis pertolongan apa yang dibutuhkan? Suara aneh yang berteriak meminta tolong itu menjawab: “Doa - karena kami berada dalam siksaan yang sangat mengerikan. Berikan saya sesuatu benda - dan melalui benda tersebut saya akan meyakinkan kalian agar kalian percaya”.
Lalu mereka bergegas mengambil sebuah kaos dan mengangkat koas itu ke atas. Ternyata apa yang terjadi? Pada kaos itu, tercetak tangan seorang manusia yang sedang terbakar oleh nyala api. Tangan yang terbakar itu meninggalkan celah yang tidak hangus di antara jari-jari yang hangus terbakar. Seluruh keluarga melihat nyala api dan tangan. Benda-benda bertanda supernatural ini, serta beberapa dari potongan kaos tersebut, disimpan dan dilihat oleh banyak orang selama lebih dari tiga puluh tahun, meskipun sayangnya semuanya akhirnya hilang atau hancur.
Pada suatu ketika Ny. McSherry bertanya kepada Suara mistik itu; “Di manakah jiwa mantan bapa pengakuan saya yang telah meninggal 17 tahun. Apakah sudah masuk Surga?” Ny. McSherry bertanya, dengan harapan, mendengar berita baik, bahwa bapa pengakuannya sudah lama berada di Surga, karena dia adalah seorang Imam yang sangat suci, yang telah meninggal 17 tahun sebelumnya. Ternyata jawaban Suara mistik itu sangat mengejutkan: “Bapa F --- ---- masih berada dalam nyala Api Penyucian, karena beberapa kecerobohan dalam pengelolaan beberapa properti milik anak-anak yatim piatu yang menjadi tanggung-jawabnya. Dia lebih memercayai orang lain dan menyerahkan pengelolaan properti anak-anak yatim itu kepada fihak lain, dan tidak memastikan bahwa properti anak-anak yatim itu diurus dengan benar.
Suatu pagi, Tuan Livingston pergi ke Ny. McSherry, untuk menyampaikan khabar duka yang dibawa Suara mistik itu, bahwa saudara perempuan Ny. McSherry, yaitu Ny. Mary Spalding, telah meninggal sekitar tengah malam tadi, di Baltiomre, dan sedihnya lagi, jiwa Ny. Spalding berada di Api Penyucian, “karena terlalu memanjakan anak-anaknya,”. Dan Suara mistik itu menyarankan Nyonya McSherry untuk harus mempersembahkan Missa guna membebaskan jiwa Ny. Spalding dari Api Penyucian. Berselang beberapa hari kemudian, sepucuk surat datang dari Baltimore. Isi surat mengabarkan kematian Ny. Spalding, tepat pada jam yang disebutkan oleh Suara mistik itu. Akhrinya Ny. McSherry mempersembahkan 80X Missa untuk membebaskan jiwa Ny. Spalding dari Api Penyucian. Akhirnya semua gerbang dibuka untuk dilewati, tanpa ada yang menyentuhnya. Suara mistik itu menjelaskan bahwa "Ny. Mary Spalding telah membuka pintu gerbangnya."
Suara mistik dari dunia lain tersebut, senantiasa menekankan, betapa pentingnya menjalani kehidupan Kristen yang sejati, seperti pada saat berdoa bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Suara mistik itu sangat merekomendasikan keramahan, dan sering kali memperingatkan keluarga Livingstons dan McSherrys terhadap kesombongan dunia dan terutama terhadap mode.
Suara mistik itu mendesak McSherry yang kaya untuk mengesampingkan semua kesombongan dan menyarankan untuk selalu merendahkan diri mereka selama berada bumi, seolah-olah mereka adalah kain karung dan abu. Suara mistik itu memberi tahu mereka bahwa beberapa kerabat mereka telah lama tertahan di Api Penyucian, gara-gara keduniawian mereka, "sangat meratapi anak-anak mereka yang begitu “duniawi” dan begitu penuh keagungan duniawi." Suara mistik itu menyatakan bahwa berbagai pakaian dengan mode yang penuh dengan asesoris duniawi, semuanya adalah ciptaan Setan. “Tuhan kita telah datang dengan lemah lembut dan rendah hati, demikian tegasnya, dan bagaimana mungkin kita, cacing-cacing yang berdosa di bumi, dengan sombongnya menghiasi tubuh yang penuh dosa?” Suara mistik itu menyatakan bahwa ribuan orang terbakar di neraka untuk selama-lamanya karena dosa-dosa pedih yang diakibatkan oleh keinginan mereka untuk mengikuti mode dunia.
Suatu saat, ketika tiga gadis McSherry sedang mengenakan beberapa gaun baru dan mengagumi diri mereka sendiri di depan cermin, tiba-tiba saja cermin besar di mana mereka berdiri, pecah menjadi ratusan kepingan kecil! Dalam kaitan ini, sangatlah penting bahwa Pastor Gallitzin, yang sangat akrab dengan ajaran Suara mistik itu, selalu menentang keras segala bentuk kesombongan yang diperlihatkan umat parokinya, terutama dalam hal cara wanita berpakaian di gereja, dan sering berkhotbah menentang pertunjukan semacam itu.
Catatan Kaki:
Artikel di atas, diterjemahkan secara bebas dari buku berbahasa Inggris, berjudul: AN UNPLBISHED MANUSCRIPT ON PURGATORY, dari halaman 70 sampai 73. Versi aslinya dalam Bahasa Inggris, bisa Anda baca di bawah ini. Teks dalam kalimat judul versi Bahasa Inggris, sebagaimana Anda baca di bawah ini, saya kutip langsung dari teks yang tertulis di halaman 71.
ONE MASS WAS MORE ACCEPTABLE TO ALMIGHTY GOD THAN ALL THE SIGHS AND TEARS OF THE WHOLE WORLD PUT TOGETHER
One evening, in 1797, after he had been a Catholic for several weeks, Mr. Livingston perceived a dazzling light in one corner of his room, and in an instant the whole house become filled with almost blinding light. And then the old man began to hear a mysterious Voice, which instructed him in the Sacraments of Penance and Holy Eucharist.
This was but the first in along series of frequent visitations and lessons form this mystic Voice, which as a whole form a far more important element in our story than the devilish clippings.
Often the Voice would come and exclaim: “I want prayers”. It would waken Mr. and Mrs. Livingston at night and tell them to pray hard for perseverance and for sinners. Sometimes it made them to pray for three hours, though they admitted that it did not seem to be more than a few minutes. And it would suddenly summon the whole family in the evenings with these words: “Come take your seats!” And then it would instruct them very thoroughly in the various dogmas of the Catholic religion.
It emphasized that although they could not see the person who was speaking to them, they should always obey the visible Voice which was the priest. Some of the young children are reported to have seen the author of the Voice. It revealed to Mr. Livingston that it had once been in the flesh as he was, and that if he persevered he would know who it was before his death. But he must have taken the secret to the grave when he died in 1820. After the Voice had sung three times very beautifully in Latin and in English, the Livingston naturally thought that their mysterious visitor had perhaps been a priest. And indeed during the next seventeen years the Voice acted as a wise but strict director for the Livingston and Mc Sherry families.
Whenever it came – sometimes accompanied by the bright light, it would say, as they made the Sign of the Cross: “—Three Great Names..! None greater on earth! None greater on Heaven!” Once it order the Livingstons to keep a forty days’ fast with three hours of prayer each day. It also commanded them to keep fourth of March each year as a special holy day, in thanks-giving for their conversion. And it was on that day, at the end of the forty days’ fast, that Mr. Livingston heard it sing so beautifully, as also on one All Souls Day.
Every night the Voice would join the family in their prayers, saying the Rosary with them, and instructing them how to pray well. It also explained the Ms to them, and stated that “one Mass was more acceptable to Almighty God than all the sighs and tears of the whole world put together, for I was God, a pure God, offered up to God.
It stressed what a blessing it is for us to have the merciful Mother of God as our Advocate, and that she has great power on behalf of poor sinners. And because Mrs. Livingston, who had been a Presbyterian, was somewhat stubborn about honoring the Blessed Virgin, the Voice insisted that in the second part of the Hail Mary they say: “Holy, Holy, Holy Mary, Mother of God…”
Once when one of the Livingston girls went to confession and failed to mention a certain sin through shame, the Voice not only told the whole family that she had not mentioned it, but reminded her of it, and pressed her to confess it as soon as possible.
It was particularly for the souls suffering in Purgatory that the Voice urged the Livingstons and McSherrys to pray, promising them that these souls, when delivered, would intercede for them at the throne of Almighty God. It told Mr. Livingston that every prayer they said for the poor souls was like a fresh plaster on a sore wound. And it gave them several un forgettable examples of the sufferings of Purgatory.
One day when Mr. Livingston was working in the fields with his sons, all of the sudden he was apparently taken ill, for they saw him turn deathly pale and double up. As they helped him to walk home, he explained that he had just heard a soul in Purgatory screaming for help. And later he often said that he could never forget that shriek—it had been so dreadful!
One night the Voice made the Livingston get up three times to pray for a certain soul in Purgatory. And one of the girls began to think that after all the souls could have saved themselves and they deserved their pains and anyhow the whole thing was exaggerated, suddenly they all heard a voice shrieking: “Help..! Help..!” When asked what kind of help was needed, it replied: “Prayers – for we are in excruciating torments. Hand me something – and you will be convinced”. And as soon as a shirt was held up, a whole human hand was burned into it, leaving the spaces between fingers not scorched. The entire family saw both the flame and the hand. On another occasion the letters IHS were cleanly burned in deep red colors on a vest. These supernaturally marked objects, as well as some of the clipped cloth, were kept and seen by many persons for over thirty years, although unfortunately they were all eventually lost or destroyed.
When Mrs. McSherry asked where the soul of her former confessor was, expecting to hear that he was long since in Heaven, as he had been a very holy priest who had died seventeen years before, the Voice replied: “Father F------- is still in the scorching flames of Purgatory, on account of some carelessness in the management of some property of orphans he had charged of. He trusted it to someone else and did not see to it that it was properly attended to.
Early one morning Mr. Livingston went over to Mrs. McSherry that the Voice had just informed him that his sister, Mrs. Mary Spalding, had died at about midnight in Baltimore, that she was in Purgatory “for over-indulgence to her children,” and that Masses should be offered for her soul. Several days later a letter arrived from Baltimore announcing the death of Mrs. Spalding at the very hour mentioned by the Voice. Mrs. McSherry had eighty Masses to the Livingstons with her husband, the gates were all opened for them to pass through, without anyone touching them. The Voice explained that “Mrs. Mary Spalding had opened them.”
The mystic Voice from the other world always placed just as much stress upon living a true Christian life as upon praying for the souls in Purgatory. It strongly recommended hospitality, and it often severely warned the Livingstons and the McSherrys against the vanities of the world and especially against fashions. It urged the wealthy McSherrys to set aside all pride and vanity and to humble themselves to the earth, as though they were sackcloth and ashes. It informed them that some of their relatives who had been long detained in Purgatory because of their worldliness, “very much lamented their children being so worldly and so full of worldly grandeur.”
It claimed that ruffles and fringes, flounces and tuckers, and “modesty pieces” (Lace wore over the bosom) were all inventions of Satan. “Our Lord had come meek and lowly, it asserted, and so how could we, sinful worms of the earth, deck and adorn our sinful bodies? It declared that thousands of persons were burning in hell forever because of grievous sins that had resulted from their wishing to follow the fashions of the world. Once when three McSherry girls were fitting on some new dresses and admiring themselves, the large mirror before which they were standing was suddenly shattered into hundreds of tiny pieces! In this connection, it is certainly significant that Father Gallitzin, who was intimately acquainted with the teachings of the Voice, always strongly opposed any ostentation in his parishioners, especially in the dress of the women at church, and the frequently preached against such display.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar