SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Darah Daud 303. Semoga Anda menikmati apa yang ada di blog ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amen.

Cari Blog ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog DARAH DAUD 303 Memiliki aktivitas antara lain: penelitian, penulisan & konseling

Selasa, 03 Januari 2023

DOKTER BUKAN TUHAN (Saya Sedang Mempraktekkan Misi UPA) bagian: pertama


Oleh: Rama Cristo.

1. Dosen Tetap Fakultas Kesehatan Masyarakat Universidade da Paz.

2. Wakil Rektor Bidang Penelitian & Publikasi Universidade da Paz.

A. Prefasi

=======

Kemarin, 2 Januari 2023, saya menerbitkan satu artikel dalam Bahasa Tetun (Bahasa Nasional Timor Leste), berjudul: LA'OS NAI MAROMAK DEIT MAK BELE TERMINA PASIENTE NIA DESTIŇU - MÉDIKUS SIRA MOS BELE TERMINA PASIENTE NIA DESTIŇU, dengan sub judul: "Konsellu Medicina Timor Leste Eziste Ona Ka Ladauk?

Jika judul utama di atas diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka akan menjadi: Bukan Hanya TUHAN Yang Bisa Menentukan Ajal Pasien, Tetapi Para Dokter Juga Bisa Menentukan Ajal Pasien". Sementara sub judulnya dapat diterjemahkan menjadi: "Dewan Kedokteran Timor Leste Sudah Eksis Atau Belum?"

Kemudian ada pembaca (seorang Dokter Spesialis) yang memberikan komentarnya dengan mengatakan: "Kenapa dengan begitu gampangnya meyematkan Mal Praktek. Bagaimana batasan Mal Praktek itu sendiri?" Karena itulah saya menuliskan artikel ini. Jadi artikel ini ditulis khusus untuk menanggapi komentar pembaca termaksud, yang kebetulan adalah seorang Dokter Spesialis.

B. Dokter Bukan TUHAN

================

Judul utama artikel ini hanya terdiri dari 3 kata, yaitu: "Dokter Bukan TUHAN". Sekiranya konstruksi judul utama ini dirubah ke dalam varian (format) lain, maka varian terbaik menurutku adalah; "Jika ada Dokter yang juga adalah TUHAN pada saat yang bersamaan, maka satu-satuNya Dokter tersebut adalah TUHAN YESUS sendiri. KRISTUS adalah Maha Dokter. Karena Dia mampu membuat orang buta bisa kembali melihat, orang bisu bisa kembali bicara, orang tuli bisa kembali mendengar, dan orang lumpuh bisa kembali berjalan. Bahkan Lazarus yang sudah meninggal dan dikuburkan selama 4 hari, Dia memiliki Kuasa Ilahi untuk menghidupkannya kembali. Tapi berhubung eksistensi Kemanusiaan dan Divinitas (Keilahian) KRISTUS ada di luar konteks tulisan ini, maka terlalu eksklusif (berada di luar orbit) untuk dibicarakan di sini. Maka saya menggunakan Filsafat Isolasi untuk mengisolasiNya.

C. Secara Kodrati Manusia Itu Tidak Bebas Dari Bersalah

====================================

"Adakah manusia yang bebas dari melakukan kesalahan?" Jawabannya: pasti tidak ada. Tapi jika pertanyaan di atas berbunyi: "Adakah manusia yang bukan TUHAN tetapi bebas dari dosa asal?" Maka jawabannya: ada, yaitu Bunda Suci Perawan Maria Yang Dikandung Tanpa Noda". Karena ini menyangkut masalah Doktrin Iman (Teologi Katolik), maka isu tersebut ada di luar konteks artikel ini. Kagak usah dibahas di sini karena bukan tempatnya.

Kembali kepada konstruksi judul utama tulisan ini: Dokter Bukan TUHAN. Di dalam 3 kata ini, ada kata negasi di dalamnya. Kata negasi tersebut ingin memastikan bahwa "Karena dokter bukan TUHAN, maka dokter juga tidak luput dari kesalahan". Penalarannya dapat diformulasikan dalam premis dan konklusi di bawah ini:

Premis Mayor:

Insan yang bukan TUHAN pasti pernah melakukan kesalahan.

Premis Minor:

Dokter bukan TUHAN.

Konklusi:

Dokter pasti pernah melakukan kesalahan.

Nah, jika konklusi di atas memiliki karakter keniscayaan yang bisa diterapkan kepada semua dokter tanpa kecuali, maka pertanyaannya adalah: "Adakah dokter di Rumah Sakit Nasional Guido Valadares (RSNGV) Dili yang tidak pernah melakukan kesalahan?"

Jika jawabannya: ADA, maka saya hanya bisa bilang: Waaooo...!!! Bisa diusulkan ke Otoritas Vatican untuk diangkat jadi Santo/Santa.


D. Arguments Based Evidences

====================

Dalam artikelku kemarin, saya menuliskan kata Mal Praktek 2X. Lalu ada pembaca berkomentar, mengatakan: "Kenapa begitu gampangnya menyematkan Mal Praktek?"

Kesan saya terhadap komentar di atas, dapat diterjemahkan menjadi: "Seakan-akan, saya menyematkan stigma Mal Praktek kepada oknum dokter tertentu di RSNGV Dili, tanpa data dan fakta, alias asbun dan asbak (asal bunyi dan asal tebak)?"

Jika komentar Dokter Spesialis tersebut, mewakili perspektif (sudut pandang) para dokter di RSNGV Dili, maka gampang saja cara menyelesaikannya. Fihak RSNGV Dili bisa melakukan counter, untuk menggugurkan pernyataan saya yang telah menyematkan stigma Mal Praktek kepada oknum dokter di RSVGV Dili.

Caranya gampang, yaitu melakukan pembuktian. Ada dua cara pembuktian. Pembuktian lurus dan pembuktian terbalik. Tentunya, pembuktian pada level mana pun, baik pembutkian lurus dan maupun pembuktian terbalik, harus menyertakan data dan fakta untuk memastikan bahwa dokter yang saya beri stigma, tidak melakukan Mal Praktek. Jadi pembuktian bukan sekedar mengandalkan opini atau persepsi.

Saya tidak asal membangun narasi sebagai seorang Professor Sotoy tanpa berpegang pada fakta empiris. Sebagaimana telah saya jelaskan dalam artikel saya kemarin, ketika saya tiba pada konklusi bahwa telah terjadi Mal Praktek di Bagian Neurologi, RSVGV Dili, pada 25 Agustus 2016, itu berdasarkan data dan fakta yang memiliki nilai empiris yang sahih. Saya berbicara berdasarkan fakta. Fakta terbentuk karena ada data. Jadi argumen saya adalah "Arguments based evidences". Bukan asbun (asal bunyi), apalagi asbak (asal tebak). Bahkan, dalam artikel saya kemarin, saya menuliskan di sana, jika sistim (ke)arsip(an) RSNGV berfungsi baik, maka fihak RSBGV Dili bisa membuka kembali data base untuk melihat "medical records" (rekam medis) pasien, tertanggal 25 Agustus 2016, seorang wanita muda, kelahiran 10 Juni 1994, beralamat di Comoro.

E. Bagaimana Dengan Batasan Mal Praktek?

======================

Bersambung:


Tidak ada komentar: