SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Darah Daud 303. Semoga Anda menikmati apa yang ada di blog ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amen.

Cari Blog ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog DARAH DAUD 303 Memiliki aktivitas antara lain: penelitian, penulisan & konseling

Selasa, 10 Januari 2023

MISTERI DI BALIK PECAHNYA SEBUTIR TELUR DI KAMPUS BUKIT JIMBARAN BALI PADA 13 OKTOBER 2009 (Jika Saya Bisa Menemukan RAN di Bali Maka Pak Xanana dan CNRT Akan Mengalami Kekalahan Dramatis Di Pemilu Parlamen 2023)


Oleh: Rama Cristo.

A. Prefasi

Artikel ini sudah pernah ditayangkan di laman face book saya (Antoninho Benjamin Monteiro), pada 13 Oktober 2022. 

Artikel ini berkisah mengenai satu peristiwa yang sulit dijelaskan secara logika, kecuali hanya bisa direnungkan dengan hati. Kisah misteri ini adalah mengenai sebutir telur ayam kampung dan kisah Darah Pieta di Pulau Bali serta hubungannya dengan Darah Dinasti, yang sudah pernah berkali-kali saya kisahkan melalui akun lama (Rama Cristo)..

Semenjak 22 Juni 2009 saya pindah dari Sanglah Denpasar dan numpang tinggal di rumah keluarga di

Puri Gading Jimbaran Bali. Setelah tinggal di sana, selang 3 bulan, tepatnya pada tanggal 12 Oktober 2009, tetangga di sebelah rumah mengundang saya untuk ikut acara "Doa Roasari". Kebetulan tanggal 12 Oktober adalah HUT ke-7 putera sulungnya. Anak itu lahir pada 12 Oktober 2002, bertepatan dengan Bom Bali pertama. Malam itu setelah berdoa, saya balik ke rumah sekitar tengah malam. Lalu tidur. Dalam tidur itulah saya bermimpi aneh. Karena kisah mimpinya agak kepanjangan, maka saya tidak usah bercerita mengenai mimpi itu.

Begitu tersadar dari mimpi, jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Saya bergegas mandi dan tidak lupa memakai jas abu-abu sesuai pesan dalam mimpi. Saya mulai berjalan meninggalkan rumah. Saya asal jalan saja sesuai apa yang muncul di hati kecil saya. Saya terus berjalan dan berjalan, karena dalam mimpi, saya dilarang menumpang kendaraan. Biasanya saya keluar, ke Denpasar misalnya, selalu menggunakan motor. Tapi karena dilarang, terpaksa saya jalan kaki.

Setelah sekitar setengah jam berjalan, akhirnya saya tiba di depan sebuah rumah yang terletak persis di tepi jalan raya, dekat tanjakan Wuluwatu Jimbaran. Dari arah Perum Puri Gading Jimbaran, rumah tersebut berada di sisi kiri jalan. Berarti dari tanjakan Uluwatu, rumah tersebut berada di sisi kanan jalan, berjarak sekitar 200-an meter dari tanjakan Uluwatu. Bagi yang tahu tanjakan Uluwatu Jimbaran, ya syukurlah. Tapi bagi yang tidak tahu, bisa dibayangkan saja. Saya agak sulit menjelaskannya.

Saat lewat persis di depan rumah tersebut, tiba-tiba saja ada bisikan dari hati kecil saya bahwa inilah rumah yang diperlihatkan dalam mimpiku. Saya lalu memperhatikan rumah tersebut. Setelah memastikan bahwa itulah rumah yang diperlihatkan dalam mimpi, saya pun mampir. Kebetulan di depan rumah ada semacam dipan yang bisa dipakai untuk "duduk bengong". Saya mampir dan duduk di dipan tersebut. Di beranda rumah, ada jual air galon dan juga pulsa. Tapi tidak tampak satu orang pun di situ. Dari dalam rumah terdengar bunyi lagu dengan volume yang lumayan tinggi. Setelah saya menduduki dipan itu kurang lebih 15 menit, keluarlah seorang pemuda. Begitu melihat saya, pemuda yang belakangan mengaku bernama Ketut itu menyapa saya sambil tersenyum ramah;

"Belanja bli?" (belanja ya mas?). Saya jawab; "Inggeh, tiang mau beli pulsa" (ya, saya mau beli pulsa). Tiang, adalah Bahasa Bali, yang artinya saya).

Setelah membeli pulsa, saya masih terus duduk di dipan tersebut. Pria muda itu juga ikut nimbrung duduk di samping saya. Kami saling mengulurkan untuk berkenalan.

Tiang Ketut (saya Ketut).

Tiang Rio (saya Rio).

Kami terlibat obrolan ringan”. Dari situ lah saya tahu kalau Bli Ketut, asli Jimbaran (saya kemudian memanggilnya dengan sebutan; "tuan tanah"). Sepanjang obrolan kami, saya terus bertanya-tanya dalam hati; "Katanya saya akan mendapatkan sebutir telur di rumah ini, tapi kok tidak ada yang memberi saya telur?" Setelah ngobrol sekitar 1 jam, tiba-tiba Bli Ketut masuk ke dalam rumah dan keluar dengan sebutir telur di tangannya. Jujur, saya kaget begitu melihat telur dalam genggaman Bli Ketut. Setelah duduk di sampingku, Bli Ketut langsung memberikan telur itu ke saya sambil berkata; "Ini sebagai kenang-kenangan karena bli Rio sudah mau mampir".

Dengan perasaan bercampur aduk, saya menerima telur ayam kampung itu dari tangan Bli Ketut, dan langsung menyimpannya ke dalam saku jas sebelah kanan (dalam mimpi, telur itu di suruh simpan di saku jas sebelah kanan, jadi saya ikuti saja perintah yang disampaikan dalam mimpi). Setelah menerima telur aneh tersebut, saya pun pamit. Saya mulai berjalan menuju Kampus Pusat Jimbaran. Capainya minta ampun, karena jarak antara rumah Bli Ketut dengan Kampus Bukit Jimbaran lumayan jauh. Selain itu, saya sudah lama tidak berjalan kaki. Belum lagi berjalan di bawah terik matahari. Pokoknya benar-benar menderita lahir bathin.

Tapi akhirnya saya tiba juga di Kampus Pusat. Saya duduk di sana sambil membaca buku yang sudah saya siapkan dari rumah sebagai "killing time" (isi waktu), sambil menunggu tepat pukul 3 sore, di mana telur itu akan pecah dalam kantong jas sesuai pesan dalam mimpi.

Detik-detik menjelang jam 3 sore, saya cukup tegang. Tegang karena memikirkan, bagaimana telur itu bisa pecah sendiri tanpa saya menyentuhnya? Apakah akan ada satu kekuatan yang saya tidak tahu dari mana datangnya, untuk memecahkan telur tersebut?

Saat itu saya menunggu di gedung yang berada di samping gedung Rektorat. Tepat jam 3 sore, saat saya mulia berdoa Koronka kepada KERAHIMAN ILAHI, saya melihat saku jas kanan saya mulai terlihat basah. Ada semacam rembesan cairan yang membasahi saku jas saya.

Rupanya telur tersebut telah pecah dan cairan putih telur mulai merembes keluar membasahi saku jas. Perasaan saya saat itu sulit digambarkan dengan kata-kata. Bulu kuduk saya berdiri, karena saya merasa seakan-akan tokoh suci yang muncul dalam mimpi, sedang berada di samping saya, memperhatikan saya dari jarak yang saya sendiri tidak tahu. Doa saya mulai kacau, karena lidah saya sulit mengucapkan penggalan doa. Tapi saya terus berusaha keras menyelesaikan Doa Koronka. Setelah berdoa, saya harus bersabar menunggu sampai saku jas yang basah itu mengering. Akhirnya sekitar pukul 18.00 (jam 6 petang), saya meninggalkan Kampus, berjalan dengan langkah gontai kembali ke rumah yang lumayan jauh.

Tiba di rumah, saya meminta keponakanku menggoreng "kuning telur" tersebut dan saya memakannya. Karena perintah dalam mimpi seperti itu (kuning telur harus saya makan). Sementara putih telur yang telah membasahi saku jas saya, telah mengering dan ternyata tercetak (muncul) kepala dua ekor binatang yang bentuknya sanga-sangat ajaib. Posisi kedua kepala binatang tersebut berdempetan.

Kepala binatang yang satu berbentuk Ayam Jantan. Sementara kepala binatang yang satu, berbentuk S… (saya rahasiakan dulu, setidaknya untuk saat ini). Pada malam harinya saya kembali memperoleh mimpi yang sangat aneh, mengenai DARAH PIETA yang ada di rumah tetangga yang mengundang saya untuk berdoa Rosari. Rupanya di rumah tetangga yang baik hati, yang pernah mengunungi Dili ini, ada sebuah Patung PIETA yang mengeluarkan Darah, sebagaimana saya pernah kisahkan melalui sejumlah artikel sebelumnya. Dan saya pertama kali melihat DARAH PIETA tersbeut pada tanggal 17 Oktober 2009. DARAH PIETA membasahi hampir seluruh Patung PIETA, bahkan merembes sampai ke bawah meja. Ini benar-benar aneh tapi nyata. Dan entah kebetulan atau tidak, jika frasa DARAH PIETA ini dikonversikan ke dalam “Gematria Yahudi”, nilai numerik yang muncul, paralel dengan nilai Gematria frasa TIMOR. Sama-sama 269. Artinya, antara frasa DARAH PIETA dan nama TIMOR, sama-sama menghasilkan nilai numerik “269”. Dan entah kebetulan atau tidak, nilai Gematria Yahudi frasa FRETILIN juga,sama dengan 269. Apakah kesamaan nilai numerik (269) antara DARAH PIETA, TIMOR dan FRETILIN, memiliki hubungan kausalitas? Kita tunggu saja pencerahan dari Yang Maha mengetahui segala rahasia semesta.


KEMBALI KE BALI DENGAN MISI UNTUK MENEMUKAN "RAN"

Saya menayangkan kembali artikel mengenai DARAH PIETA ini, karena berdasarkan orientasi dari “Atas”, saya akan harus kembali ke Bali di tahun 2023 nanti, untuk melacak sesuatu yang berkaitan erat dengan kata RAN, yang ada hubungannya dengan Pemilihan Parlamen Timor Leste di tahun 2023. FRETILIN akan memenangkan Pemilu Parlamen 2023, tapi dengan satu prasyarat mutlak, yaitu jika saya berhasil menemukan uang lembaran Rp 100 ribu (seratus ribu rupiah), yang di dalamnya, tertulis nomor seri dengan frasa RAN. Yang artinya pula, jika saya tidak menemukan 3 huruf RAN yang tertulis di lembaran uang Rp 100 ribu, berarti DARAH PIETA yang saya kisahkan di sini, tidak ada hubungannya dengan TIMOR dan FRETILIN, dan dengan demikian, FRETILIN akan harus mengalami kekalahan dramatis di Pemilu Parlamen 2023. Jika FRETILIN kalah, itu artinya, ada keniscayaan, Pak Xanana akan bersanding dengan Presiden Jose Manuel Ramos Horta, sebagai pasangan ideal yang diharapkan banyak fans XARA. Tapi seandainya, saya berhasil menemukan lembaran uang satuan Rp 100 ribu yang di dalamnya tertulis frasa RAN, maka itu bisa dipastikan bahwa Pak Xanana dan CNRT akan mengalami kekalahan dramatis di Pemilu Parlamen 2023. Kita lihat saja, apa yang akan terjadi??


RAN adalah Bahasa Tetun, yang artinya DARAH. Pertanyaannya adalah; “Bagaimana mungkin, di lembaran uang Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) produk Indonesia, bisa tertulis frasa RAN yang adalah Bahasa Tetun, Bahasanya orang Timor Leste? Bukan Bahasa Indonesia??” Kalau toh, di lembaran uang Rp 100 ribu tertulis frasa RAN, lalu bagaimana caranya, agar uang lembaran Rp 100 ribu yang tertulis RAN itu bisa saya temukan? Ada sekitar 275 juta populasi penduduk Indonesia saat ini. Dari 275 juta populasi penduduk Indonesia ini, kita kurangi, katakanlah 75 juta anak-anak Indonesia yang tidak pernah pegang uang Rp 100 ribu. Berarti tersisa 200 juta penduduk Indonesia, yang memiliki peluang menemukan uang Rp 100 ribu rupiah dengan kata RAN di dalamnya. Ini artinya, peluang saya untuk menemukan uang lembaran Rp 100 ribu yang di dalamnya tertulis kata RAN adalah 1 berbanding 200 juta. Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya, saya bisa bersaing dengan 200 juta penduduk Indonesia untuk menemukan uang lembaran Rp 100 ribu yang di dalamnya ada kata RAN alias DARAH? Sambil menunggu berita dari Bali, kita serahkan saja segala sesuatunya kepada Penyelenggaraan Ilahi. Que sera..seraa….!!!

Terima-kasih banyak, untuk mereka yang sudah meluangkan waktunya membaca artikel ini sampai di titik ini. TUHAN YESUS memberkati kita semua (hitam dan putih). Amen.

Tidak ada komentar: