Pada tanggal 18 September 2017, saya datang ke Rumah Sakit Nasional Guido Valadares Dili, untuk melamar pekerjaan.
Saya berencana melamar di Bagian Administrasi Lab Pediatric (Bagian Administrasi Anak).
Saya suka anak-anak soalnya.
Tapi saya bukan pedofilia lho?
Dalam hati saya berharap, kali-kali aja ada lowongan. Ketimbang tiap hari mamiti (makan minum tidur). Habisin duit tetangga.
Pas tiba di sana, saya melihat, banyak orang yang datang melamar.
Saking banyaknya, kami harus antri menunggu giliran dipanggil masuk untuk diwawancarai.
Begitu tiba giliranku, sayapun dipanggil masuk.
Saat masuk ke dalam, saya melihat seorang dokter wanita cantik. Sexi lagi. Dokter cantik itu sedang duduk santai di dalam sebuah ruang kerja yang sejuk, ber-AC.
Hatiku dag-dig-dug.
Saya sulit mengidenfikasi perasaanku yang dag-dig-dug.
"Dag-dig-dug karena akan ditanya macem-macem? Atau dag-dig-dug karena yang akan mewawancarai saya adalah seorang wanita cantik? Atau dua-duanya?"
Saya dipersilahkan duduk oleh dokter cantik itu.
Suaranya lembut. Rasanya dunia ini benar-benar indah.
Seandainya aja "lanang" di bumi ini hanya saya.
Saya duduk dengan manis. Tapi manis di luarnya aja. Dalamnya masih terus dag-dig-dug. Tambah kencang malah.
"Kira-kira saya akan ditanya tentang apa ya?", gumamku.
Saya tetap berusaha untuk tenang. Pokoknya "sitting nicely".
Dokter cantik itu, yang di kemudian hari saya baru tahu kalau dia adalah seorang Ahli Anak, menatap saya dalam-dalam, dengan bola matanya yang indah bak mutiara dari Timur Jauh.
Saya ditatap dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian berbalik ke atas tapi hanya tiba di mataku.
Kirain akan ditatap sampai ujung kepala.
"Jangan-jangan dia naksir saya?".
Anganku mulai melambung.
Persaanku benar-benar membuncah saat itu.
Ditatap lama banget.
Maunya ditatap terus seperti itu.
"Ngarep..!!!"
Sementara map yang saya pegang di tangan kagak diapa-apain.
Diminta dan dibaca keq. Ini kagak sama sekali.
Ahli Anak itu kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi sofanya yang empuk sambil menatap saya dalam-dalam.
Denyutan jantungku makin kencang. Rasanya saat itu jantungku mengalami aritmia. Bahkan sedang menuju fibrilasi. Bisa pingsan akunya kalau terus ditatap seperti itu.
Saya tahan nafas. Kira-kira pertanyaan pertama apa ya?.
Tiba-tiba kursi sofanya berputar 180 derajat.
Berputar 180 derajat, itu artinya, saat itu saya hanya dapat melihat bagian belakang kepalanya.
Bukan lagi mata indahnya.
Sialan. Kirain saya akan mulai ditanya.
Rambutnya disanggul. Maka leher jenjangnya yang putih kinclong, terpampang sexi di hadapanku.
"Pamer leher jenjang nih yee", gumamku dalam hati.
Dokter itu membuka sebuah file di laptop yang diletakkan di atas meja kerjanya yang dipenuhi dengan tumpukan buku.
Buku-buku itu letaknya berantakan, tidak tersusun rapi.
"Cewek kok meja kerjanya berantakan?"
"Dibaca apa cuma pajang doank?", gumamku.
Tak berselang lama, dokter cantik itu berbalik.
Saya segera pasang "munis" (muka manis)
Dia menatap saya beberapa detik, kemudian...
"Kamu lamar di sini, emangnya kamu punya pengalaman kerja di bagian Administrasi Pediatric Rumah Sakit berapa tahun?"
Saya jawab sesuai apa yang saat itu nongol di otak.
"Maaf dok, kalau pengalaman kerja saya kagak punya dok. Tapi kalau pengalaman puasa, saya punya. Masih fresh malah. Saya baru aja selesai melakoni "Puasa VVV selama 13 tahun, dari Agustus 2003 sampai akhir Desember 2016".
Saya terus nyerocos bak cerobong asap kereta api
Spesialis Anak itu tertawa ngakak, lepas kontrol.
"Huusss...kagak sopan cewek tertawa ngakak seperti itu".
Dalam hatiku; "Emang dokter pikir saya alumnus Warkop apa?". Tapi cuma dalam hati doank. Kagak enak ngomong.
Saya kembali ditanya;
"Btw, Puasa VVV itu buat apa? Kok puasanya harus 13 tahun?"
"Ya dok, pakemnya memang harus seperti itu".
"VVV itu apa-an?".
Dokter itu rupanya penas juga.
Mungkin mendengar singkatan aneh; "VVV", terasa agak kurang familier di telinganya.
Jangan-jangan dokter itu mengira VVV = Vini Vidi Vici.
Saya menjelaskan sekenanya aja.
"Begini dok, VVV itu singkatan dari; V pertama singkatan dari Voiceless. Artinya selama 13 tahun itu, saya kagak boleh menyaringkan suara. Kalaupun saya harus berbicara dengan seseorang karena terpaksa, maka saya hanya boleh mendesis seperti ular.
"Kok mendesis seperti ular? Selera humormu boleh juga".
"Kok selera humor dok? Ini bukan lelucon. Tapi ini serius".
Saya mulai agak panas. Rasanya adrenalinku mulai mendidih.
"Ya, habis kamu bilang mendesis seperti ular, khan kedengarannya lucu aja di telingaku".
"Emang simbol dunia kedokteran itu apa dok?"
Saya bertanya dengan nada yang agak meninggi.
Ekspresi mimiknya agak kaget mendengar pertanyaanku. Walau kaget, tapi aura kecantikannya kagak berkurang sedikitpun.
"Tongkat berujung cawan yang dililiti seekor ular".
Dia menjawab pertanyaanku.
Ahli Anak yang cantik itu menjawab dengan nada agak pelan.
"Nah, dokter ngaku sendiri, kalau simbol kedokteran itu ular?
"Kenapa tadi dokter "nyolot" dengar saya mendesis seperti ular?"
"Malah nyindir saya, bilang; selera humorku lumayan. Saya bukan alumnus Warkop, dok"
Suasana hening. Ruangan ber-AC itu mulai tidak lagi sejuk.
Tak lama kemudian dokter sexi itu kembali bersuara.
"Kalo boleh tau, kenapa puasanya harus 13 tahun? 13 tahun itu bukan waktu yang singkat lho?"
Nada suaranya mulai terdengar melunak dengan pasang mimik bersahabat.
Kirain mau tanya dua VV yang lain singkatannya apa.
Saya perbaiki posisi dudukku yang agak selonjoran.
Kurang sopan slonjoran. Rupanya tadi, saat adrenalinku mendidih, posisi dudukku yang sopan berubah jadi slonjoran.
"Begini dok, sebenarnya terlalu panjang kisahnya. Kalau harus dijelaskan semuanya, kapan kelarnya. Tapi intinya adalah, saya hanya bisa menrangkumnya dalam pertanyaan berikut";.
"Menurut dokter, negara ini berdiri karena apa? Karena produk kehendak bebas manusia atau karena rancangan ALLAH?"
Ahli Anak yang cantik itu diam sebentar. Tampak sambil mikir.
"Kok kagak jawab dok? Susah ya temukan jawabannya?"
Mendengar pertanyaanku yang kurang sopan, dokter itu sepertinya merasa tidak dihormati.
Dia mulai marah. Kedua bola mata indahya mulai melotot. Rasanya bola matanya mau melompat keluar.
Kalau saja itu bola mata melompat, saya tadahin pake kedua tanganku dan saya bawa pulang. Lalu saya masukkan di toples bening kemudian pajang di kamar.
Seriuusss...!!!
Akhirnya saya balik melotot. Dikira saya takut apa.
Dia agak kaget. Lalu gigi gerahamnya gemertak.
"Kok orang ini balik plototin saya? Jangan-jangan saya sedang berhadapan dengan orang gila". Kayanya dia bergumam seperti itu dalam hatinya. Ini cuma dugaanku doank.
Tiba-tiba si cantik yangs sexi itu berteriak.
"Securityyyyyy.....!!!"
Saya kaget sekali.
"Waduh, saya mau diusir dari sini rupanya", gumamku.
Tak lama security berbadan tinggi besar masuk.
"Tolong beliin saya nasi bungkus. Jangan lupa sama es buah kesukaanku ya", kata si cantik itu sambil menyodorkan lembaran dua puruh dolar Amerika ke arah security tersebut.
Sialan. Kirain saya akan diusir keluar dari sini.
Akhirnya saya pun tersadar dari mimpiku yang aneh tapi nyatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar