Saya berharap yang membaca artikel ini adalah (ribuan) peserta "demo akbar" yang dikenal dengan nama "Demo Deplu".
Hari ini 12 Juni 2018. Dua puluh tahun lalu, tepatnya 12 Juni 1998, di hadapan ribuan demosntran yang mengambil bagian dalam apa yang oleh banyak orang dinamakan: "Demo Deplu", yang berlangsung di halaman depan Kantor Deplu RI, Jakarta, ribuan demonstran mengikrarkan apa yang saya sebut: "Sumpah Referendum".
Secara teknis, bunyi (susunan kata-kata) "Sumpah Referendum" yang terdiri dari 3 poin utama, saya yang menyusunnya.
Artinya, saya adalah konseptornya, tapi hanya pada level teknis. Sementara, pada level "ide(ologi), susunan kata-kata "Sumpah Referendum" itu adalah "ide(ologi) ALLAH, yang direduksi (diadopsi) dari pesan Ilahi yang saya terima di Bukit Sio(n) pada Minggu dini hari, 20 Februari 1994, saat ALLAH memberkati Program Catur Mobilisasi.
Sebagaimana telah saya kisahkan berulang kali sebelumnya bahwa ALLAH mengutus dua MalaikatNya memanggil saya ke Bukit Sio(n), dengan alasan karena ALLAH berkenan memberkati "Program Catur Mobilisasi".
Jadi ALLAH mengutus dua MalaikatNya memanggil saya, bukan karena saya seorang nabi, bukan karena saya orang suci, bukan karena saya ahli kitab suci, bukan karena saya seorang rohaniawan, bukan karena saya seorang imam, bukan karena saya seorang tokoh penting dalam sejarah Timor-Timur yang berdarah-darah, yang melibatkan banyak bangsa besar di dalamnya, dan seterusnya dan sebagainya.
Tapi saya hanyalah seorang "misticus".
Dan saya harus ingatkan dari awal, bahwa saya dipanggil ALLAH hanya gara-gara "Program Catur Mobilisasi" yang ditolak fihak Militer Indonesia (Kodam IX Udayana & Korem 163/Wira Satya Denpasar).
Jika bukan karena Program Catur Mobilisasi, maka ALLAH tidak memiliki alasan untuk harus mengutus dua MalaikatNya memanggil saya ke Bukit Sio(n) pada Februari 1994.
INDONESIA HARUS TERLIBAT DALAM SEJARAH TIMOR-TIMUR KARENA KITAB SUCI HARUS DIGENAPI
Judul utama artikel ini, menyiratkan pesan penting. Konstruksi (susunan) kata-kata dalam kalimat judul ini, bisa dijadikan sebagai sebuah proposisi dengan sejumlah konsekunesinya, yang memancing munculnya sejumlah pertanyaan.
"Jika Indonesia terlibat dalam sejarah Timor-Timur untuk menggenapi pesan Ilahi dalam Kitab Suci, maka haruskah ada pahlawan dan penghianat dalam sejarah Tim-Tim?"
Sebagaimana diketahui, wilayah setengah pulau itu, penuh dengan genangan darah dan tumpukan tulang-belulang manusia dari berbagai peradaban (mulai dari kaum Pagan, Muslim, Kristen, Hindu, Budha dan seterusnya), terutama selama 24 tahun pendudukan Indonesia.
Tidak kurang dari 30,000 (tiga puluh ribu) Anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia), gugur di atas tanah itu.
Lebih dari 200,000 nyawa rakyat sipil melayang. Ini adalah fakta (sejarah) yang tidak bisa dibohongi.
".
Pertanyaannya adalah;
"Mengapa lebih dari 30 ribu Anggota TNI harus gugur di atas setengah pulau kecil itu?"
Hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan di atas; yaitu "karena Kitab Suci harus digenapi".
PESAN KITAB YESAYA PASAL 46 AYAT 11
"Kitab Suci yang mana yang harus digenapi?"
Ada banyak sekali Kitab Suci.
Karena hari ini adalah 12 Juni 2018, maka untuk mengenang genap 20 tahun "Demo Deplu", 12 Juni 1998, yang berlangsung di Kantor Deplu Jakarta, dan Kantor Deplu (jika saya tidak salah), letaknya berdekatan dengan "Gedung Pancasila", maka pesan Kitab Suci yang ingin sekali saya angkat pada seri pertama ini adalah: "Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11".
Bunyi Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11, sebagai-berikut;
=====================================
"yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusan-Ku dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya".
========================================
Bunyi teks Kitab Yesya, pasal 46, ayat 11 di atas,oleh sebagain Ahli Kitab Suci, disederhanakan, dengan rumusan bahasa sehari-hari, agar mudah dimengerti oleh yang awam.
Salah satu varian (rumusan sederhana) tersebut berbunyi:
=============================
Aku memanggil seseorang dari timur untuk melakukan yang Kukehendaki. Ia akan datang seperti burung rajawali dari negeri yang jauh. Ia melakukan semua yang telah Kurencanakan. Segala sesuatu yang Kukatakan akan terjadi sesuai dengan yang telah Kukatakan" (sumber kutipan: https://www.jesoes.com/index.php…).
=====================.
Karena sayalah yang dipanggil ALLAH ke Bukit Sio(n), pada Februari 1994, dan selama 3 hari berada di sana, maka tanpa ragu sedikitpun, saya ingin sekali bersaksi bahwa;
===================
"Sesungguh-sungguhnya, yang dimaksud dengan "Burung Buas" dalam Kitab Yesaya, pasal 46, ayat 11 itu, adalah "Burung Garuda".
===================
Entah "dunia" mau percaya atau menyangkal, mau menerima atau menolak, tapi saya harus menunaikan kewajiban iman saya, menunaikan kewajiban moral saya, untuk "beraksi" bahwa sesungguh-sungguhnya yang dimaksud dengan "Burung Buas" dari Timur itu, adalah "Burung Garuda".
Konsekuensi dari kesaksian ini adalah;
"Bahwa NKRI dengan populasinya yang menempati urutan nomor empat dunia dan akan terus bertambah, dengan wilayahnya begitu sangat luas, sampai-sampai harus memiliki 3 daerah (zona) waktu, berdiri sebagai sebuah bangsa besar, karena berakar pada Kitab Suci (Alkitab).
Sekali lagi, saya mengulang kata-kata ini;
"Simbol peradaban Indonesia, yaitu Burung Garuda berakar pada Kitab Suci (Kitab Yesaya).
Itu artinya, bahwa ribuan tahun sebelum Indonesia muncul sebagai sebuah negara besar dengan menggunakan "Burung Garuda" sebagai simbol (lambang) negara, melalui Nabi Yesaya, ALLAH telah berfirman tentang bangsa besar ini.
Pertanyaan menarik dan menggodanya adalah;
"Apakah dalam Alquran, disebutkan juga identitas peradaban Indonesia (Burung Garuda)?"
Jika identitas peradaban Indonesia, tidak disebutkan dalam Alquran, maka pertanyaan (ironisnya) adalah;
"Mengapa justeru Indonesia muncul sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia?"
Pertanyaan menggoda lainnya adalah;
"Jika Burung Garuda telah dinubuatkan dalam Kitab Suci (Alkitab) oleh Nabi Yesya pada ribuan tahun lalu, mengapa orang Kristen tidak pernah terpilih sebagai Kepala Negara?"
Sudah terjadi 7X pergantian Presiden. Tapi dari 7 Presiden itu, tidak satupun yang beragama Kristen. Semuanya Muslim.
"Apakah ke-7 Presiden tersebut muncul karena "kehendak ALLAH"? Atau karena "kehendak demokrasi?"
Saya sengaja memunculkan pertanyaan ini, karena saya pernah menuliskan artikel berjudul: DEMOKRASI BUKAN IDE(OLOGI) TUHAN, dengan sub judul; "Jika Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan, Mengapa Bukan Rakyat Yang Memilih Paus?"
Konsekuensi dari proposi tersebut di atas (Demokrasi bukan ide(ologi) TUHAN) adalah; "Karena demokrasi bukanlah ide(ologi) TUHAN, sementara pakem demokrasi adalah; memilih pemimpin berdasarkan suara rakyat, maka kesimpulannya (asumsinya), belum tentu Presiden yang terpilih melalui suara rakyat, mencerminkan suara TUHAN.
Jika ada yang berpendapat bahwa 7 Presiden yang telah muncul dan semuanya adalah Muslim, lalu disimpulkan bahwa mereka muncul karena kehendak ALLAH, apakah itu artinya bahwa ALLAH itu adalah partisan politik yang lebih memihak Umat Muslim ketimbang Umat non Muslim?"
Pertanyaan menggoda lainnya adalah; "Apakah Komunitas Muslim di Indonesia, yang mendapat julukan "Muslim radikal", menolak Pancasila dengan Burung Garuda, hanya gara-gara mereka tahu dan sadar bahwa "Burung Garuda" itu akarnya ada pada Alkitab. Bukan ada pada Alquran?"
BERSAMBUNG;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar