Oleh: Rama Cristo (Misticus dari Timor Leste).
Di seri keempat ini, saya harus mengulang kembali pernyataan (introduksi) saya di seri pertama, kedua, dan ketiga artikel ini, bahwa saya: bukan peramal, bukan paranormal, bukan cenayang, bukan dukun, apalagi dukun cabul. Saya menulis artikel ini dalam kapasitas saya sebagai seorang misticus. Bukan sebagai seorang politikus. Oleh karena itu, jika ada hal-hal tertentu dalam tulisan ini yang kurang berkenan di hati sebagian pembaca, maka hal itu terjadi bukan karena Bunda kita salah mengandung. Jika Anda membenci saya setelah membaca tulisan-tulisan saya, maka sumber masalah sebenarnya, bukan terdapat dalam tulisan saya, melainkan ada dalam diri Anda sendiri.
Saya sengaja mencantumkan kalimat introduksi berbunyi: "Misticus dari Timor Leste", karena kalimat tersebut disematkan oleh salah satu rekan Jurnalis Indonesia, yang sempat mewawancarai saya, saat akan dilangsungkannya pagelaran Euro Cup 2012, yang kemudian dijuarai Spanyol.
B. Saya Tidak Memiliki Masalah Pribadi Dengan Pak Xanana
======================================
Ada banyak pembaca yang membaca judul artikel ini dan mengira bahwa saya sengaja memilih judul ini dikarenakan saya memiliki masalah pribadi dengan pak Xanana. Padahal sama sekali tidak. Di antara semua pemimpin penting Timor Leste, Pak Xanana adalah satu-satunya tokoh yang pernah mengambil inisiatif menemui saya di RTY (Rumah Tua Yosua), pada 28 April 2018. Kemudian, atas undangan saya, Beliau kembali menemui saya untuk yang kedua kalinya di tempat yang sama (RTY), pada tanggal 12 Mei 2018.
Di antara semua pemimpin Timor Leste, Pak Xanana adalah satu-satunya tokoh yang pernah memberi saya uang US$1000 (seribu dolar Amerika), pada 28 April 2018. Tapi bukan karena saya yang meminta. Dari uang $1000 itulah, sebagian saya gunakan untuk membeli "Meja Ibrani" (777), yang mana, di atas Meja Ibrani (777), tertulis angka 31 dan 57, sebagaimana sudah seringkali saya kisahkan di sejumlah artikel sebelumnya.
Berkaitan dengan angka 31 inilah, dalam Pemilihan Parlamen 2023 kemarin, saya memastikan bahwa Pak Xanana dan Partai yang dipimpinnya (CNRT), tidak akan mendapatkan 33 kursi di Parlamen Nasional. Karena yang tertulis di atas Meja Ibrani bukan angka 33, melainkan 31. Dan ternyata pada akhirnya CNRT mendapatkan 31 kursi di Parlamen Nasional. Karena tidak memenuhi kuota untuk membentuk pemerintahan sendiri, sebagaimana yang diamanatkan Konstitusi Timor Leste, maka mau tidak mau CNRT harus berkoalisi dengan parpol (partai politik) lainnya. Dan puji TUHAN YESUS, yang terpilih adalah PD (Partai Demokrat), sebuah parpol yang pendirinya adalah GMN (Generasi Muda Nasionalis), di mana saya mengambil bagian di dalamnya sebagai salah satu pendiri.
Maka lahirlah AMP (Aliansa Maioria Parlamentar) 2023 yang terdiri dari 37 kursi (CNRT = 31 dan PD = 6), yang kemudian dari AMP 2023 dengan 37 kursi inilah, lahirlah Kabinet IX yang dipimpin Pak Xanana selaku Perdana Menteri. Dan perlu saya tekankan untuk yang ke sekian kalinya bahwa, 58 hari sebelum hari Pemilihan Parlamen, tepatnya pada tanggal 24 Maret 2023, saya telah menerbitkan aebuah artikel berbahasa Tetun, dan melalui artikel tersebut, saya menuliskan secara explisit di sana bahwa AMP 2023 akan terdiri dari 37 kursi. Secara redaksional, saya menuliskan frasa: "AMP 37 kursi" secara berulang sebanyak 3X.
Dan saat itu, 24 maret 2023, saat saya menuliskan pesan bahwa AMP 2023 akan terdiri dari 37 kursi, tidak ada satu orang pun yang tahu bagaimana hasil Pemilu parlamen 2023. Karena Pemilu Parlamen baru akan diselenggarakan 58 hari mendatang (21 mei 2023). Itu artinya saat formasi 37 kursi AMP muncul di tulisan saya, semua orang yang saat ini menikmati kursi-kursi di Pemerintahan kabinet IX masih pada "ngorok" (tidur yang sangat dalam).
Dan sayalah inisiator, yang melalui artikel saya edisi 24 Maret 2023, menyampaikan prosposal terbuka kepada PD dan CNRT untuk segera membangun "dialog politik" dengan mengusulkan agar; PD mengutus 7 orang dan CNRT mengutus 7 orang, untuk membangun dialog politik. Dan ketika saya, 58 hari sebelum Pemilu Parlamen, mempublikasikan proposal terbuka tersebut di laman facebook saya, edisi 24 Maret 2023, semua pejabat negara yang saat ini menduduki 37 kursi di Lembaga Legislatif (Parlamen Nasional) maupun para pejabat negara yang saat ini menikmati kursi-kursi empuk di Lembaga Exekutif (Kabinet IX), masih pada tidur nyenyak (ngorok).
Dan berhubung saya bukan peramal, bukan paranormal, bukan cenayang, bukan dukun, apalagi dukun cabul, melainkan saya seorang "misticus", maka pertanyaannya adalah; "Sebagai misticus, dari manakah saya mendapatkan ide (pengetahuan) bahwa AMP 2023 akan terdiri dari 37 kursi?"
Jawabannya berdasarkan 5 kejadian aneh. Salah satunya adalah kejadian aneh yang terjadi pada tanggal 4 Desember 2019, ketika saya berada di New Delhi India. Pada 11 November 2019, secara resmi saya mendapatkan surat undangan dari Pimpinan ICMR (Indian Council of Medical Research) untuk menghadiri pertemuan ilmiah di New Delhi India. Ada 11 negara yang menghadiri pertemuan tersebut, termasuk Indonesia dan Timor Leste. Tanggal 2 Desember 2019, saya tiba di India. Dan hari itu, 4 Desember 2019, terjadi kejadian yang sangat aneh di kamar nomor 59 Hotel Imperial, di mana Kakek Misterius hadir bersama Malaikat Barachiel untuk menyampaikan sejumlah pesan.
Setelah Kakek Misterius dan Malaikat Barachiel menghilang, kamar nomor 59 dipenuhi puluhan security berbadan tinggi besar, yang dipimpin oleh seorang wanita India berpakaian Sare (pakaian nasional India). Mereka, tim secuirity memeriksa seluruh sudut-sudut kamar nomor 59. Setelah tim security meninggalkan kamar 59, saya segera mengontak rekan-rekan di UNPAZ (Universiadde da Paz) untuk segera membuka nomor rekening di Bank Mandiri. Dan harus dilakukan pada hari itu, 4 Desember 2019. Karena nomor rekening yang akan muncul, akan melambangkan Keturunan Yehuda. Dan hari itu, 4 Desember 2019, Tim UNPAZ berangkat ke Bank Mandiri Dili, untuk membuka rekening dengan menyetor dana sebesar: $766 + $43 = $809 (delapan ratus sembilan dollar), dan ternyata nomor rekening yang keluar memang melambangkan Keturunan Yehuda sesuai pesan Kakek Misterius dan Malaikat Barachiel.
Jadi saya mengetahui angka 37 (31 + 6) untuk pertama kalinya, berdasarkan pesan Kakek Misterius dan malaikat Barachiel, 4 Desember 2019. Dan anehnya, dari 3 paslon yang akan bertarung dalam Pilpres 2024, hanya paslon PRAGIB (Prabowo - Gibran) yang melambangkan Keturunan Yehuda. Maka saya berharap, minimal paslon PRAGIB jangan dulu gugur di putaran pertama Pilpres.
Jadi itulah salah satu kejadian aneh, yang memberikan saya rahasia untuk pertama kalinya mengetahui kemunculan angka 31 + 6 yang empat (4) tahun kemudian, dalam Pemilihan Parlamen Timor Leste, saya gunakan sebagai referensi (landasan pemikiran) untuk mempromosikan Kabinet Koalisi (AMP) antara CNRT dan PD.
Ketika banyak sahabat menanyakan; "Kenapa anda sebagai "Promotor Kabinet IX", tetapi mengapa anda tidak dilibatkan dalam pemerintahan kabinet IX? Padahal partai yang anda ikut dirikan (Partai Demokrat) menjadi salah satu dari dua komponen pembentuk Kabinet IX?"
1. Kemungkinan pertama:
Saya dianggap bukan orang penting di dalam tubuh Partai Demokrat.
2. Kemungkinan kedua:
Di mata Otoritas Partai Demokrat, tapi bukan di mata Pak Xanana, saya tidak dipandang sebagai orang yang memiliki kapasitas, maka saya dianggap tidak memiliki modal yang cukup untuk dilibatkan dalam Kabinet IX pimpinan Pak Xanana".
3. Kemungkinan ketiga:
Saya dianggap tidak memiliki kontribusi atas 6 kursi yang diperoleh Partai Demokrat di Pemilu Parlamen 2023, karena itulah maka saya dipandang tidak memiliki hak untuk dilibatkanbahkan ke dalam Kabinet IX, bahkan untuk mengisi posisi Cleaning Service sekalipun, saya dianggap tidak layak.
4. Kemungkinan keempat:
Pimpinan tertinggi Partai Demokrat tidak memiliki ikatan emosional dengan saya, maka saya tidak dilibatkan ke dalam Kabinet IX di mana sayalah yang pertama kali mempromotorinya.
Empat kemungkinan di atas, cukup menjadi alasan mendasar kenapa saya tidak ikut dilibatkan dalam Kabinet IX oleh pimpinan Partai Demokrat.
Dengan pernyataan terbuka saya di artikel seri keempat ini, itu artinya ketidak-terlibatan saya di dalam Kabinet IX bukan karena keputusan Pak Xanana, melainkan keputusan pimpinan tertinggi Partai Demokrat. Dengan demikian dapat saya katakan bahwa Pak Xanana bukan "musuh" saya. Saya tidak memiliki masalah dengan Pak Xanana. Saya tetap menghormati Beliau, bukan sekedar karena Beliau adalah seorang Perdana Menteri, atau bukan pula karena Beliau adalah simbol perlawanan tertinggi perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Saya tetap menghormati Pak Xanana, karena alasan etis dan alasan iman. Artinya agama yang saya anut mengajarkan untuk harus menghormati orang yang lebih tua. Kedengarannya terlalu normatif. Tapi demikianlah faktanya.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Anda bisa kembali membaca seri ketiga artikel ini, dengan menyimak baik-baik semua aksara (huruf dan angka) yang tertera dalam lembaran uang seratus ribu rupiah yang saya lampirkan di sana. Untuk menemukan uang lembaran seratus ribu tersebut, saya harus bolak-balik Dili-Bali sebanyak 3X, menggunakan pesawat. Bukan jalan darat. Bayangkan berapa beaya dan waktu yang telah saya habiskan hanya untuk melacak dan menemukan lembaran seratus ribu tersebut, untuk kemudian membangun thesis saya bahwa; "Jika Pak Prabowo terpilih maka 99% Pak Xanana akan lengser di tengah jalan".
Jadi saat saya membangun thesis dengan kalimat: "Jika Prabowo Terpilih Maka 99% Xanana Akan Lengser Di Tengah Jalan", itu saya lakukan bukan dikarenakan saya bermasalah dengan Pak Xanana, melainkan thesis ini saya dirikan di atas lembaran uang rupiah seratus ribu dengan aksara: XLF005191 (lihat foto seratus ribu tersebut di seri 3 artikel ini).
Masalah-masalah lainnya, apakah Pak Xanana berdosa atau tidak berdosa, Pak Xanana bersalah atau tidak bersalah, saya bukan alat ukur (standar) normatif, untuk dipakai guna menghakimi seorang Xanana. Jika Pak Xanana melakukan dosa, Beliau akan berhadapan dengan Hukum ALLAH. Jika Pak Xanana melakukan kesalahan, Beliau akan berhadapan dengan hukum positif.
Saya memposting artikel ini, tepat pada tanggal 14 Februari 2024, dini hari, Waktu Dili. Karena waktu Dili paralel dengan WIT (Waktu Indonesia Bagian Timur), yaitu 2 jam di depan WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat), maka saat saya menerbitkan artikel ini, pasti para pemilih di Indonesia belum mengunjungi TPS-TPS di berbagai wilayah Indonesia. Saya berharap Pemilu Presiden 2024 ini berjalan baik dan lancar serta memberikan hasil yang sesuai dengan rancangan ALLAH. Dengan demikian thesis saya tidak gugur terlalu dini. Harapan saya, minimal, di putaran pertama ini, Paslon PRAGIB (Prabowo Gibran), berhasil lolos ke putaran kedua.
Bersambung;
Catatan Kaki:
Artikel ini sudah ditayangkan di laman facebook saya, pada 13 Februari 2024 (sehari sebelum pelaksanaan Pilpres).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar