Sambil menunggu seri ke-8 artikel berjudul: “Misteri Rumpun Benjamin” yang akan diterbitkan nanti (tengah) malam, untuk membuka rahasia yang ada di balik angka “264” (simbol Paus Yohanes Paulus II yang menapakkan kakinya di Kota Dili, pada 30 tahun lalu, 12 Oktober 1989, terlebih dahulu saya terbitkan artikel ini, dengan judul “Antara Mesir” dan “Santo Markus”, yang saya sadur dari link berikut; https://www.imankatolik.or.id/kalender/25Apr.html
ANTARA MESIR & SANTO MARKUS
Markus, pengarang Injil berasal dari Yerusalem. Rumah mereka biasanya digunakan sebagai pertemuan umat Kristen. Ketika Petrus dipenjarakan, banyak sekali orang Kristen berkumpul di sana dan berdoa bagi keselamatan Petrus. Setelah dibebaskan malaikat, Petrus pergi menemui umat di rumah Markus. Semasa mudanya, Markus telah bertemu dengan Yesus, tetapi tidak menjadi seorang muridNya.
Dalam injilnya, Markus menceritakan bahwa ketika Yesus ditangkap dan digiring kehadapan mahkamah agung, seorang anak muda mengikuti-Nya dari belakang. Para serdadu hendak menangkap orang muda itu, tetapi dengan cepat pemuda itu meloloskan diri.
Besar kemungkinan orang muda itu adalah Markus sendiri, karena peristiwa ini hanya terdapat dalam Injil Markus saja. Markus ini disebut juga Yohanes Markus. Ia adalah keponakan Barnabas. Ia ditobatkan dan dipermandikan oleh Petrus. Markus menemani Paulus dan Barnabas dalam beberapa perjalanan misi: perjalanan pertama ke Antiokia (Kis12:25) dan kemudian ke Siprus (Kis 13:4-5). Karena beberapa alasan, Markus kembali ke Yerusalem (Kis1 3:13).
Ketika mereka mau melakukan perjalanan kedua, Barnabas mendesak agar Markus pun ikut serta, namun Paulus menolak hal itu sehingga terjadilah perpecahan antara Paulus dan Barnabas.
Lalu Paulus pergi ke Asia kecil ditemani oleh Silas sedangkan Barnabas bersama Markus pergi ke Siprus (Kis 15:36-41). Dari permohonan Paulus kepada Timotius (2Tim 4:11) agar Markus mengunjunginya di penjara, dapatlah kita ketahui bahwa Paulus sangat membutuhkan Markus.
Dalam suratnya yang pertama, Petrus mengirimkan salam dari Roma, dari "anakku, Markus" (1Pet 5:13). Hal ini-diperkuat oleh tradisi purba dan nada Injil Markus-memberikan kepastian bahwa Markus juga adalah rekan atau orang yang dekat dengan Petrus. Di Roma, Markus menjadi pembantu Petrus.
Ia menjadi juru bicara Petrus. Tentang hal ini dikatakan bahwa Markus dengan teliti mencatat segala sesuatu yang diingatnya tentang ucapan-ucapan Petrus kepada orang banyak.
Setelah Santo Petrus dan Paulus dibunuh oleh Kaisar Nero, Markus berangkat ke Mesir dan di sana ia disebut oleh Hieronimus sebagai "bapa para pertapa di gurun pasir Mesir". Kemudian ia menjadi Uskup Aleksandria dan dibunuh karena Kristus.
Jenazahnya kemudian dibawa ke Venesia dan relikiunya disimpan di Basilika Santo Markus. Tanggal lahir dan kematiannya tidak diketahui dengan pasti. Lambangnya sebagai pengarang Injil adalah singa, raja gurun pasir, yang diambil dari permulaan injilnya yang menyinggung gurun pasir. (Sumber: https://www.imankatolik.or.id/kalender/25Apr.html).
Foto ini adalah Katedral Santo Markus di Mesir. Katedral Ortodoks Koptik
Santo Markus adalah sebuah katedral yang terletak di Distrik Abbassia di
Kairo, Mesir. Katedral ini merupakan pusat kedudukan dari Paus Ortodoks
Koptik. Dibangun pada masa Paus Kirilos VI
dari Aleksandria menjadi Paus Gereja Ortodoks Koptik dan diresmikan
olehnya pada tanggal 25 Juni 1968. Katedral ini dinamakan sesuai nama
Santo Markus sang Evangelis, seorang rasul dari Yesus dan pendiri Gereja
Koptik. Benda-benda peninggalan dari kehidupannya tersimpan di
dalamnya. Sampai saat ini, bangunan ini merupakan katedral yang terbesar
di Afrika[2] dan di Timur Tengah. Sumber; https://id.wikipedia.org/.../Katedral_Ortodoks_Koptik...
SUMPAH ULAR KUNING 16 MEI 1998
Saya berharap, di antara pembaca yang membaca artikel ini, adalah mereka yang hadir dalam demo akbar, yang berlangsung di depan “Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (FK UNUD)”, Jl. Panglima Besar Sudirman, Sanglah Denpasar, Bali, pada Hari Sabat, 16 Mei 1998.
Pada 14 Mei 1998, berdasarkan keputusan “rapat rahasia” yang diadakan di Jl. Pulau Ambon no. 28X Sanglah Depasar, saya ditugaskan pimpinan RENETIL Uner Aitana yang mendapat perintah dari Pak Xanana dan Maun Bot Fernando La Sama De Araujo (yang saat itu masih berada di LP Cipinang Jakarta), untuk mewakili ‘Generasi Muda Timor Leste’, menyampaikan pidato dalam demo akbar 16 Mei 1998, hanya berselang 4 hari setelah Tragedi Trisakti (penembakan Mahasiswa Universitas Trisakti.
Akhirnya 2 hari kemudian, pada 16 Mei 1998, saya tampil untuk berpidato di hadapan ribuan audience yang memenuhi Kampus Palma Universitas Udayana (UNUD), di bawah kepungan aparat keamanan (Polisi dan TNI bersama panser-pansernya).
Saya membawakan pidato berjudul: “Misteri Supersemar”. Dalam pidato tanpa teks tersebut, saya dengan sengaja menyebutkan nama “Marcos” sebanyak 4X. Penyebutan nama “Marcos” karena berkaitan erat dengan sejarah Santo Markus, sebagaimana Anda baca di atas.
Negara terakhir yang dikunjungi Presiden Soeharto sebelum lengser adalah “Mesir”. Karena kekacauan dalam negeri pada Mei 1998 (termasuk penembakan Mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998), maka Presiden Soeharto mempersingkat lawatannya ke Kairo Mesir dan harus kembali ke Indonesia pada 13 Mei 1998. Berselang 3 hari, 16 Mei 1998, berlangsunglah demo akbar di Kampus Pusat Universitas Udayana Bali yang dikkordinir oleh MAR (Mahasiswa Aktivis Reformasi) yang tergabungdalam wadah yang dinamakan POSPERA (Posko Perjuangan Rakyat).
Melalui demo akbar itulah, saya tampil membawakan pidato Supersemar. Di bagian akhir pidato tanpa teks tersebut, saya mengikarkan sumpah yang saya namakan “ Sumpah Supersemar” (Sumpah Ular Kuning), untuk memastikan hari lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.
Melalui Sumpah Ular Kuning, saya berani memastikan hari lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, itu bukan karena saya seorang “dukun ramal”, melainkan hari lengsernya Presiden Soeharto memang sudah ditetapkan Allah pada 20 Februari 1994 di Bukit Ratapan Ramelau, saat Allah berbicara dari balik takhtaNya sambil mengacungkan lengan kananNya tinggi-tinggi.
Kalau bukan karena ketetapan Allah pada 20 Februari 1994 di Bukit Ratapan Ramelau, saya tidak mungkin berani mengikrarkan sumpah untuk memastikan hari lengsernya Presiden Soeharto. Apalagi memastikannya di hadapan ribuan audience. Gila apa.
Emang Anda pikir gampang memastikan hari lengsernya Soeharto pada saat Soeharto masih berkuasa? Hanya orang gila yang berani melakukannya pada jaman itu. Apalagi mencoba menyentuh Supersemar yang merupakan benang merah bagi Pak Harto untuk naik ke tampuk kekuasaan. Berani menyinggung misteri Super Semar, kemungkinan untuk dilenyapkan kaki-tangan Pak Harto pada jaman itu, gampang sekali. Karena kaki-tangan Pak Harto ada di mana-mana.
Lucunya, atau sedihnya, setelah “Sumpah Ular Kuning” bertuah pada 21 Mei 1998, teman-temanku Anggota IMPETTU Bali, yang kebanyakan adalah Anggota RENETIL, banyak yang lari kocar-kacir karena dicari aparat keamanan yang mengincar “Titisan Tongkat Nabi Musa” yang saya bawa naik ke atas panggung untuk mengikrarkan Sumpah Ular Kuning pada 16 Mei 1998.
Setelah Pak Harto benar-benar lengser 5 hari setelah Sumpah Ular Kuning, banyak orang, termasuk aparat keamanan sangat-sangat percaya sekali, bahwa “Tongkat Ular” yang saya bawa naik ke atas panggung untuk mengkirarkan Sumpah Ular Kuning, adalah benar-benar “Titisan Tongkat Ular Kuning Nabi Musa”.
Gara-gara tongkat ajaib tersebut, setelah Pak Harto lengser, saya bukannya menikmati hidup, tapi malah harus melarikan diri melintasi 3 pulau. Lari dari Pulau Bali, menyeberang ke Pulau Jawa, lalu menyeberang ke Pulau Sulawesi (seperti sudah pernah saya kisahkan di akun lama, Rama Cristo). Benar-benar menderita lahir bathin. Padahal sebelumnya saya mengira, setelah Pak Harto lensger, saya akan menikmati hidup. Tidak tahunya kebalik.
Pertanyaannya adalah; “Di manakah Tongkat Ular Kuning saat ini berada?” Jawabannya: rahasia. Biarlah hanya Allah yang maha mengetahui keberadaan “Tongkat Ular Kuning”. Saya kasih tahu kepada Anda juga, tidak ada gunanya.
Yang perlu direnungkan oleh para “Pahlawan Kemerdekaan Timor Leste” adalah;
“Seandianya saja, pada Februari 1994, Allah tidak mengutus 2 MailatNya memanggilku ke Bukit Ratapan, untuk menitipkan firmanNya melalui mulutku, guna mengikrarkan Sumpah Ular Kuning pada 16 Mei 1998 guna melengserkan Presdien Soeharto, apakah Pak Habibie akan naik ke tampuk kekuasaan untuk mengeluarkan opsi buat referendum?”
Pertanyaan di atas akan bermuara kepada kesimpulan akhir dari artikel ini, yaitu;
(1). Allah merancang Kemerdekaan Timor Leste dengan caraNya yang adi-kodrati, karena ada orang asli kelahiran Timor Leste yang benar-benar mewarisi darah “Israel Mesir” dalam tubuhnya. Atas dasar itulah, Allah menyelenggarakan segala sesuatnya, pada akhir kekuasaannya, Presiden Soeharto harus berkunjung ke Mesir, dan sekembalinya dari Mesir, saya harus menunaikan misi saya, mengucapkan "Firman Tuhan" yang dititipkan melalui "mulutku dalam "Pidato Supersemar" dan "Sumpah Ular Kuning", untuk menetapkan hari lengsernya Presiden Soeharto, sebagai "simbol" sekaligus"tanda" akan intervensi Allah atas terlepasnya Timor-Timur dari bingkai NKRI.
(2). Jadi poin sentralnya adalah; "Terlepasnya Timor-Timur dari bingkai NKRI terjadi karena rancangan Allah. Bukan karena rnacangan manusia. Tapi kenapa saat ini bermunculan banyak sekali pahlawan (veteranus)? Anda mungkin memiliki jawabannya.
Catatan Kaki;
Artikel ini dapat diakses di laman face book saya. Klik saja link ini;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar