Ayat-ayat dalam Kitab Suci itu menjadi suci dan kudus bukan karena kuasa dan kekudusan manusia, melainkan karena kuasa dan kekudusan TUHAN. Dan hanya TUHAN yang mampu menulis lurus dalam garis bengkok.
Manusia, siapa pun dia, raja atau rakyat jelata, secara kodrati, sama
sekali tidak memiki kuasa dan terlebih lagi, manusia tidak memiliki
tingkat kekudusan apa pun untuk menyucikan satu ayat sekali pun.
Maka sebagai imbasnya, di Mata TUHAN, manusia, siapa pun dia, sekuasa apa pun dia, sekali lagi, secara kodrati, sama sekali tidak memiliki kuasa untuk membatalkan kesucian satu ayat pun yang telah disucikan dan dikuduskan oleh TUHAN sendiri.
Dengan demikian, jika ada manusia yang entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, menodai, walau hanya satu ayat suci sekali pun, dia akan berhadapan dengan "Pengadilan TUHAN" yang tidak pandang bulu, pilih kasih, pilih muka, apalagi pilih agama.
Untuk itu, jika ada di antara kita yang menemukan ada seseorang, entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, menodai ayat-ayat tertentu dalam Kitab Suci, maka yang wajib kita lakukan adalah bukan hanya MEMAAFKAN orang itu, melainkan juga wajib MENDOAKAN orang itu, dengan harapan semoga orang itu diampuni TUHAN .
Kita sama sekali tidak memiliki hak, walau hanya secuil kuku sekali pun untuk menghakimi dan atau mengadili orang-orang yang entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, telah menodai ayat-ayat tertentu dalam Kitab Suci.
Kenapa kita tidak berhak sama sekali? Sekali lagi, karena ayat-ayat itu menjadi suci dan kudus, bukan karena "jasa dan kuasa kita", melainkan karena jasa dan kuasa TUHAN semata.
BERDOSA & BERSALAH ITU ADALAH DUA HAL YANG BERBEDA
Menodai dan melecehkan "ayat-ayat suci" yang adalah "Sabda TUHAN", levelnya bukan "salah", melainkan "dosa berat".
Dan hukum positif tidak memiliki wewenang dan otoritas untuk mengadili "orang berdosa". Karena hanya TUHAN semata lah yang berkuasa mengadilinya.
Hukum positif hanya memiliki wewenang dan otoritas untuk mengadili dan menghakimi "orang-orang bersalah", bukan "orang-orang berdosa'.
Jika ada bangsa dan atau negara yang mereduksi sesuatu yang secara substansif hanya bisa berada di "level berdosa" menjadi "level bersalah" agar bisa diadili menggunakan hukum-hukum manusia demi mepertahankan kepentingan, namun bukan demi menegakkan kebenaran, maka saya tidak tahu, bangsa itu mewarisi hukum tersebut dari ajaran yang mana?
Antara "berdosa" dan "bersalah" itu adalah dua hal yang sangat jauh berbeda. Ada kekhilafan manusia yang substansinya memiliki dua dimensi yaitu "berdosa dan bersalah". Namun ada kekhilafan manusia yang secara substantif hanya memiliki satu dimensi, yaitu "berdosa". Maka yang berkuasa mengadili orang-orang berdosa, hanya lah TUHAN. Bukan manusia.
Sekiranya kita melakukannya (menghakimi dan mengadili) orang-orang berdosa, maka kita sadar atau tidak, kita telah mengambil alih apa yang sejatinya menjadi hak dan kuasa TUHAN.
Jika kita memutuskan untuk mengadili dan menghakimi orang yang bersangkutan, apakah menurut kita, ayat-ayat yang dinodai tersebut "batal" dari yang tadinya "suci" kemudian menjadi "tidak suci lagi?"
Tentu sama sekali tidak. Karena manusia, secara kodrati, tidak memiliki kuasa apa pun untuk membatalkan kesucian dan kekudusan sebuah ayat jika ayat itu memang benar-benar adalah "Sabda TUHAN sendiri". Bukan sabda manusia belaka.
Ayat-ayat tersebut tetap suci dan kudus di Mata TUHAN selamanya, sekali lagi dengan catatan; bahwa ayat-ayat tersebut memang sungguh-sungguh datangnya dari TUHAN sendiri, dan bukan sekedar merupakan hasil rekayasa manusia.
Bagi saya pribadi, jika kita mencoba menjadi "tuhan" untuk mengadili dan menghakimi "orang-orang berdosa", maka itu sama artinya dengan kita ingin berkata bahwa kita mampu untuk;
Mencat langit,
Mengeringkan lautan dan
Mengukir di es batu???.
Ingaaatt...!!! Ini hanyalah "pandangan pribadi" (Rama Cristo). Semoga catatan ini bermanfaat. Salam "Dua Hati" dari "Bukit Sulaiman". Semoga hari Anda menyenangakan.
TUHAN YESUS memberkati,
Bunda Maria merestui,
Santo Yosef melindungi kita semua (hitam & putih). Amin.
Maka sebagai imbasnya, di Mata TUHAN, manusia, siapa pun dia, sekuasa apa pun dia, sekali lagi, secara kodrati, sama sekali tidak memiliki kuasa untuk membatalkan kesucian satu ayat pun yang telah disucikan dan dikuduskan oleh TUHAN sendiri.
Dengan demikian, jika ada manusia yang entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, menodai, walau hanya satu ayat suci sekali pun, dia akan berhadapan dengan "Pengadilan TUHAN" yang tidak pandang bulu, pilih kasih, pilih muka, apalagi pilih agama.
Untuk itu, jika ada di antara kita yang menemukan ada seseorang, entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, menodai ayat-ayat tertentu dalam Kitab Suci, maka yang wajib kita lakukan adalah bukan hanya MEMAAFKAN orang itu, melainkan juga wajib MENDOAKAN orang itu, dengan harapan semoga orang itu diampuni TUHAN .
Kita sama sekali tidak memiliki hak, walau hanya secuil kuku sekali pun untuk menghakimi dan atau mengadili orang-orang yang entah sadar atau tidak, sengaja atau tidak, telah menodai ayat-ayat tertentu dalam Kitab Suci.
Kenapa kita tidak berhak sama sekali? Sekali lagi, karena ayat-ayat itu menjadi suci dan kudus, bukan karena "jasa dan kuasa kita", melainkan karena jasa dan kuasa TUHAN semata.
BERDOSA & BERSALAH ITU ADALAH DUA HAL YANG BERBEDA
Menodai dan melecehkan "ayat-ayat suci" yang adalah "Sabda TUHAN", levelnya bukan "salah", melainkan "dosa berat".
Dan hukum positif tidak memiliki wewenang dan otoritas untuk mengadili "orang berdosa". Karena hanya TUHAN semata lah yang berkuasa mengadilinya.
Hukum positif hanya memiliki wewenang dan otoritas untuk mengadili dan menghakimi "orang-orang bersalah", bukan "orang-orang berdosa'.
Jika ada bangsa dan atau negara yang mereduksi sesuatu yang secara substansif hanya bisa berada di "level berdosa" menjadi "level bersalah" agar bisa diadili menggunakan hukum-hukum manusia demi mepertahankan kepentingan, namun bukan demi menegakkan kebenaran, maka saya tidak tahu, bangsa itu mewarisi hukum tersebut dari ajaran yang mana?
Antara "berdosa" dan "bersalah" itu adalah dua hal yang sangat jauh berbeda. Ada kekhilafan manusia yang substansinya memiliki dua dimensi yaitu "berdosa dan bersalah". Namun ada kekhilafan manusia yang secara substantif hanya memiliki satu dimensi, yaitu "berdosa". Maka yang berkuasa mengadili orang-orang berdosa, hanya lah TUHAN. Bukan manusia.
Sekiranya kita melakukannya (menghakimi dan mengadili) orang-orang berdosa, maka kita sadar atau tidak, kita telah mengambil alih apa yang sejatinya menjadi hak dan kuasa TUHAN.
Jika kita memutuskan untuk mengadili dan menghakimi orang yang bersangkutan, apakah menurut kita, ayat-ayat yang dinodai tersebut "batal" dari yang tadinya "suci" kemudian menjadi "tidak suci lagi?"
Tentu sama sekali tidak. Karena manusia, secara kodrati, tidak memiliki kuasa apa pun untuk membatalkan kesucian dan kekudusan sebuah ayat jika ayat itu memang benar-benar adalah "Sabda TUHAN sendiri". Bukan sabda manusia belaka.
Ayat-ayat tersebut tetap suci dan kudus di Mata TUHAN selamanya, sekali lagi dengan catatan; bahwa ayat-ayat tersebut memang sungguh-sungguh datangnya dari TUHAN sendiri, dan bukan sekedar merupakan hasil rekayasa manusia.
Bagi saya pribadi, jika kita mencoba menjadi "tuhan" untuk mengadili dan menghakimi "orang-orang berdosa", maka itu sama artinya dengan kita ingin berkata bahwa kita mampu untuk;
Mencat langit,
Mengeringkan lautan dan
Mengukir di es batu???.
Ingaaatt...!!! Ini hanyalah "pandangan pribadi" (Rama Cristo). Semoga catatan ini bermanfaat. Salam "Dua Hati" dari "Bukit Sulaiman". Semoga hari Anda menyenangakan.
TUHAN YESUS memberkati,
Bunda Maria merestui,
Santo Yosef melindungi kita semua (hitam & putih). Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar