"TUHAN tidak pernah menjadi partisan dalam konflik antar peradaban manusia bumi. Apalagi konflik yang berakar dari Sistim DEMOKRASI. Sementara DEMOKRASI itu sendri adalah sebuah Sistim SEKULAR(ISME). Saya beri label SEKULAR(ISME) karena bukan TUHAN lah penggagas DEMOKRASI".
Banyak sahabat yang menanyakan; "Siapakah yang akan terpilih menjadi Gubernur DKI (Daerah Khusus Ibu Kota) Jakarta?"
Saya bukan peramal, bukan paranormal, bukan cenayang, bukan dukun, apalagi "dukun cabul". Maka artikel ini ada, dalam rangka menjawab pertanyaan di atas. Jadi artikel ini ada bukan karena saya memiliki kepentingan dalam Pilkada DKI.
Dan saya menuliskan artikel ini sebagai seorang "mistikus", namun bukan "politikus" karena saya memang bukan seorang "politikus".
Maka jika Anda menemukan hal-hal tertentu dalam artikel ini yang berseberangan dengan sudut pandang (paradigma berpikir) Anda, maka hal itu terjadi bukan karena "Bunda kita salah mengandung".
TUHAN ITU TIDAK PERNAH MENJADI PARTISAN
Pada hakikatnya, yang namanya pemimpin adalah "hasil seleksi alam". Dan pada level fungsionalnya, mereka merupakan "perpanjangan Tangan TUHAN", khususnya "pemimpin yang baik". Karena ada pula pemimpin yang "heartless" (tidak memiliki hati), kalau tidak dikatakan "jahat".
Misalnya; "Pemimpin yang memberikan perintah kepada anak buahnya (menterinya) untuk menembak musuhnya yang dalam keadaan "terluka dan starvasi" (kelaparan berat), itu benar-benar pemimpin yang tidak memiliki hati nurani.
Sebenci-bencinya engkau terhadap musuhmu (lawan politikmu), namun kalau dia sudah dalam keadaan tidak berdaya karena "terluka dan starvasi", sebaiknya jangan lagi ditembak mati. Karena engkau bukan TUHAN yang berhak mengambil nyawa orang lain.
Jika engkau melakukannya, engkau bukan hanya digolongkan ke dalam leader yang "heartless", melainkan juga "engkau sedang sakit jiwa", entah karena menderita megalomania atau lebih berat lagi, engkau sedang menderita schizophrenic (baca: skizofrenik) yang disertai waham kebesaran yang menuntut untuk dikultuskan, bahkan engkau ingin sekali disembah sebagai "tuhan" (kecil-kecilan).
Jika engkau sedang berada dalam masa kekuasaan, dan memiliki kekuatan untuk bertindak, itu tidak berarti bahwa TUHAN memihakmu dan membenci musuhmu (lawan politikmu).
Jika tindakanmu didukung oleh "mayoritas", apakah engkau mengira "mayoritas itu adalah ukuran kebenaran?" Karena sejatinya, alat ukur kebenaran itu bukanlah "mayoritas".
Lagian yang namanya TUHAN itu tidak pernah memihak siapa pun, karena alasan suku, ras, agama, golongan, stratifikasi sosial dan segala macam sekat pemisah lainnya.
TUHAN tidak pernah dan tiak akan pernah merendahkan Diri-Nya menjadi "partisan" kemudian terlibat dalam konflik antar manusia, guna memihak yang satu dan membenci yang lain.
Jika ada Teolog (dari agama manapun) yang mengajarkan doktrin (dogma) bahwa TUHAN itu memiliki sifat "pemihak", bukan TUHAN yang imparsial, maka itu sama artinya Teolog yang bersangkutan ingin mengatakan bahwa TUHAN itu suka sekali menjadi "partisan" di dalam berbagai konflik antar peradaban manusia bumi.
TUHAN itu hanya SATU dan ESA. Tidak ada TUHAN agama ini, TUHAN agama itu, TUHAN orang Amerika, TUHAN orang Eropa, TUHAN orang Afrika, TUHAN orang Australia atau TUHAN orang Asia, TUHAN Timor Leste atau TUHAN Indoensia, terlebih lagi TUHAN-nya Pak Ahok dan TUHAN-nya Pak BB (Anda boleh membaca BB dengan ejaan; Black Berry).
Memangnya Anda mengira TUHAN-nya Pak Ahok dan TUHAN-nya Pak BB itu beda? Ya kagaklah. Baik Pak Ahok maupun Pak BB, sejatinya sedang menyembah SATU TUHAN Yang Maha ESA.
Pak Ahok menyembah TUHAN YESUS. Sementara Pak BB menyembah BAPA. Itu artinya, disadari atau tidak, Pak BB juga sedang menyembah TUHAN YESUS. Karena di dalam BAPA ada TUHAN YESUS. Dan di dalam TUHAN YESUS ada BAPA.
Coba simak Injil Santo Yohanes berikut ini;
==========================================
“Dan ke mana AKU pergi, kamu tahu jalan ke situ. Kata Tomas kepada-Nya; "TUHAN, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata YESUS kepadanya; "AKU-lah jalan, dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada BAPA kalau tidak melalui AKU. Sekiranya kamu mengenal AKU, pasti kamu juga mengenal BAPA-Ku. Sekarang ini kamu mengenal DIA dan kamu telah melihat DIA.” Kata Filipus kepada-Nya, “TUHAN, tunjukkanlah BAPA itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Kata YESUS kepadanya, “Telah sekian lama AKU bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal AKU? Siapa saja yang telah melihat AKU, ia telah melihat BAPA; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah BAPA itu kepada kami. Tidak percayakah engkau bahwa AKU di dalam BAPA dan BAPA di dalam AKU? Apa yang AKU katakan kepadamu, tidak AKU katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi BAPA, yang tinggal di dalam AKU, DIA-lah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku bahwa AKU di dalam BAPA dan BAPA di dalam AKU" (Injil St. Yohanes; 14: 4-11)
============================================
Dengan demikian jika Pak Ahok dan Pak BB terlibat konflik, jangan mengira TUHAN akan memihak Pak Ahok dan membenci Pak BB. Atau sebaliknya, TUHAN akan memihak Pak BB dan membenci Pak Ahok. Karena baik Pak Ahok maupun Pak BB, diciptakan oleh TUHAN yang SAMA, SATU & ESA. Dan salah satu sifat TUHAN itu adalah "IMPARSIAL" (tidak memihak).
Maka jika ada Teolog yang mengajarkan doktrin bahwa TUHAN itu memiliki sifat "pemihak" layaknya manusia, maka kualifikasi Teolog tersebut wajib dipertanyakan.
Atau kalau Teolog yang bersangkutan mengaku bahwa doktrin itu berasal dari "nabinya", maka yang wajib dipertanyakan adalah "kualifikasi nabi" tersebut. Minimal "kejujuran & imparsialitas" nabi tersebut wajib dikaji.
Benarkah nabi itu menerima ajaran (dogma) seperti itu dari TUHAN sendiri? Padahal ciri utama ajaran TUHAN adalah bersifat; KASIH yang UNIVERSAL. TUHAN itu tidak akan mungkin mengajari KEBENCIAN, dengan mengucap sesuatu yang bersifat segmental dan primordial.
Atau "jangan-jangan" dogma tersebut, entah sengaja atau tidak, adalah "hasil rekayasa" si nabi sendiri. Karena siapa tahu, ketika menyampaikan doktrin tersebut, si nabi sendiri sedang berada di tengah-tengah kaum yang begitu sangat membenci bangsa lain. Maka untuk menyenangkan hati kaum itu, sang nabi dengan sangat terpaksa mengucapkan dogma yang sejatinya tidak pernah datang dari TUHAN".
Pertanyaan reflexinya adalah; "Apakah semua frasa (kata dan kalimat) yang tertulis dalam sebuah Kitab Suci, merupakan ucapan yang langsung keluar dari Mulut TUHAN sendiri? Ataukah sebagian di antaranya adalah hasil "kreativitas" manusia?
Ingat...!!! Secara teknis, tidak ada satu Kitab Suci pun di bumi ini yang di-fax langsung dari Surga. Semua Kitab Suci, walau diinspirasi oleh TUHAN, namun dihasilkan melalui tulisan tangan manusia yang penuh dengan segala keterbatasan. Karena hanya TUHAN satu-satunya yang mampu menulis lurus dalam garis bengkok.
MEMILIKI KONSEP YANG BENAR TENTANG TUHAN AKAN MEMBUAT DOA KITA MENJADI DOA YANG BENAR
Kira-kira bagaimana bentuk doa Anda di 15 Februari 2017 saat akan memilih Gubernur DKI? Apakah Anda akan berdoa begini;
"Ya TUHAN YESUS...tolonglah Pak Ahok agar bisa mengalahkan dua kandidat yang lain yang bukan NASRANI".
Atau sebaliknya apakah Anda akan berdoa begini;
"Ya ALLAH, habisilah si Ahok itu. Dia itu mulut besar sekali. Ya ALLAH, kalahkan si Ahok. Amit-amit kalau Ahok harus jadi Gubernur DKI. Mendingan ALLAH kabulkan doaku, dengan cara bantu yang masih imut-imut. Jangan memilih yang amit-amit".
Jika Anda berdoa seperti itu, berarti Anda termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mengira TUHAN itu adalah mahkluk "pemihak". Bukan TUHAN yang "imparsial".
Atau Anda termasuk orang-orang penganut Pollytheisme (yang mengira TUHAN itu banyak sekali). Sehingga TUHAN-nya Pak Ahok berbeda dengan TUHAN-nya Pak BB.
TUHAN itu Maha Pengasih. Maka kita wajib berdoa dalam suasana hati yang penuh kasih dan kedamaian. Jika kita berdoa dalam suasana hati yang penuh "kebencian", maka yang akan kita dapatkan adalah bukan "mujizat", melainkan "musibah".
Jadi jika Anda mau berdoa dalam rangka Pilkada DKI, maka berdoalah sebagai orang yang menganut "MONOTHEISME" (hanya ada SATU TUHAN Yang Maha ESA).
Jangan berdoa seperti orang orang yang menganut POLLYTHEISME (banyak tuhan). Memangnya Anda mengira ketiga Cagub DKI itu memiliki TUHAN-nya masing-masing? Ya kagak lah. Mereka bertiga itu diciptakan oleh TUHAN Yang SAMA, SATU & ESA.
TUHAN BUKAN FIHAK PENGGAGAS DEMOKRASI
Yang namanya DEMOKRASI itu sejatinya adalah "sinthesa" antara MONARKISME yang absolut dengan ANARKISME yang tanpa aturan main.
Dengan demikian maka, lahirnya pemimpin melalui Sistim DEMOKRASI (bukan DEMOCRAZY), ukurannya adalah; "Suara MAYORITAS". Namun pertanyaannya kini adalah;
"Apakah MAYORITAS itu adalah ukuran KEBENARAN?" Namun ada pertanyaan yang lebih menggoda, yaitu;
"Pernahkah Anda (khussunya Kaum Nasrani) membaca dalam INJIL bahwa TUHAN mengajarkan "DEMOKRASI?" (memilih pemimpin berdasarkan suara mayoritas)???
Jika TUHAN mengajarkan DEMOKRASI, maka apakah TUHAN adalah pencetus DEMOKRASI?
Jika TUHAN adalah pencetus DEMOKRASI, maka hal itu tertulis di Kitab yang mana dan ayat berapa?"
"Jika TUHAN adalah pencetus DEMOKRASI; mengapa untuk memilih murid yang akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan "Yudas Iskariot" (yang bunuh diri setelah menjual TUHAN), tidak dilakukan "voting?" Mengapa harus ditempuh dengan melempar undian (melempar koin? Dan kemudian terpilih lah Matias?"
Pertanyaan lainnya adalah;
"Apakah semua pemimpin yang dipilih berdasarkan kehendak bebas manusia itu senantiasa mencerminkan "kehendak TUHAN?"
Jika jawabannya YA, maka mengapa di antara 266 PAUS yang telah muncul selalu berkulit PUTIH? Mengapa tidak pernah ada PAUS berkulit HITAM? Apakah TUHAN itu mahkluk "rasialis" yang tidak imparsial yang hanya suka dan memihak "PAUS kulit PUTIH?"
SAYA MASIH YAKIN AKAN BERLAKUNYA HUKUM DETERMINISME (HUKUM PREDESTINASI)
Hingga artikel ini ditulis, saya masih tetap yakin, bahwa terpilihnya salah satu di antara ketiga Cagub (Calon Gubernur) dalam Pilkada DKI di bulan Februari tahun mendatang, bukan baru ditentukan TUHAN tanggal 15 Februari 2017. Termasuk bukan baru ditentukan TUHAN setelah Pak Ahok mulai diadili.
Melainkan ketiga Cagub itu, takdirnya masing-masing terikat kepada "Hukum Determinisme" alias "Hukum Predestinasi".
Artinya sebelum ketiganya lahir ke dunia fana ini, takdir mereka telah ditetapkan ketika ketiganya masih berada dalam kandungan. Inilah yang dinamakan "Hukum Determinisme".
Hukum ini, hanya berada di wilayah "Kedaulatan TUHAN". Itu artinya "kekuatan kehendak bebas manusia" tidak akan bisa memasuki ranah di mana "Kedaulatan TUHAN berada".
TUHAN memiliki "kedaulatan absolut" alias "kehendak bebas TUHAN" yang berlaku absolut untuk menetapkan takdir manusia, tanpa bisa diintervensi oleh "kekuatan kehendak bebas manusia".
Itu artinya, siapapun yang terpilih dalam Pilkada DKI 15 Februari 2017, bukan ditentukan oleh kekuatan kehendak bebas dari mereka yang berbongong-bondong mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Orang-orang yang berbondong-bondong datang ke sana, sekedar datang untuk (secara mayoritas) "mengeksekusi" kehendak TUHAN", tanpa mereka sendiri sadari. Karena yang mereka sadari adalah bahwa mereka sedang "mengeksekusi kehendak bebas mereka".
TUHAN TETAP SETIA WALAU MANUSIA TIDAK SETIA
Jangan Anda mengira ketika TUHAN menenggelamkan ribuan Pasukan Firaun di Laut Merah, karena TUHAN lebih mengasihi orang Israel ketimbang orang Mesir?
TUHAN harus melakukan itu karena alasan kesetiaan. TUHAN senantiasa SETIA kepada Janji-janji-Nya. Sekali DIA berjanji, maka DIA akan memenuhi janji tersebut jika waktunya telah genap. Walau manusia jarang sekali setia, namun TUHAN tetap SETIA.
Oleh karena itulah ketika ribuan laskar Firaun ditenggelamkan TUHAN ke dalam laut (Merah) dan ada Malaikat bertepuk tangan, TUHAN menegur Malaikat tersebut dengan berkata;
"Haruskah kamu bergembira menyaksikan AKU menenggelamkan sebagian ciptaan-Ku sendiri hanya karena AKU harus SETIA pada janji-Ku terhadap kaum Israel ???" Malaikat itu pun langsung berhenti bertepuk tangan.
TUHAN BUKAN REKTOR KARENA REKTOR BUKAN TUHAN
Bagian yang terakhir ini sengaja saya tulis, sekedar sebagai "bahan pemantik". Memasukkan sebagian bahan pemantik ke dalam sebuah tulisan, ada untung ruginya.
Ruginya akan membuat isu sentral menjadi kabur karena terjadi "pengalihan isu". Namun untungnya, biasanya akan menambah "warna dan nuansa" dan juga memberikan "ruang semantik" yang lebih luas buat pembaca untuk menikmati sebuah tulisan.
Dan pemantik ini sejatinya adalah bagian dari sebuah "steganos" (berisi pesan tersembunyi alias hidden message). Semoga Anda bisa menangkap "hidden message" tersebut. Karena yang namanya TUHAN bukan REKTOR karena REKTOR sendiri BUKAN TUHAN.
Jangan Anda mengira TUHAN itu seperti seorang REKTOR, yang hari ini membuat keputusan menjadi begini hanya karena ingin memihak si ini atau hanya karena ingin memuaskan "egonya" sendiri. Besok, ujug-ujug (tidak ada angin, tidak ada badai), sudah merubah keputusannya menjadi begitu hanya karena ingin memihak si itu atau hanya gara-gara egonya tersentuh sedikit saja.
Banyak sekali Rektor yang ingin menjadi TUHAN. Berusaha ribuan kali untuk jadi TUHAN namun gagal terus. Sementara TUHAN itu hanya sekali berusaha menjadi manusia, langsung berhasil.
Kenapa bisa begitu? Jawabanya sederhana. Karena TUHAN menjadi manusia agar manusia bisa "menyembelih-Nya". Kalau TUHAN tidak menjadi manusia, bagaimana manusia bisa menyembelih TUHAN untuk mendatangkan KESELAMATAN?
Sementara REKTOR ingin sekali menjadi TUHAN bukan karena ingin DISEMBELIH, melainkan karena ingin DISEMBAH. Antara "disembelih" dan "disembah" itu berbeda lho walau kedengarannya rada mirip (homophone)?
Jadi antara TUHAN dan REKTOR itu adalah dua "entitas" yang jauh berbeda. TUHAN itu, walau ribuan kali kita melanggar Perintah-nya, DIA tetap MENGASIHI. Sementara REKTOR, sekali saja perintahnya tidak dituruti, dia akan MENGAMUK (pecaaat).
Karena TUHAN bukan REKTOR dan REKTOR bukan TUHAN, maka yang wajib kita lakukan adalah; "menyembah TUHAN" dan "menghormati" REKTOR.
"Menyembah" adalah bagian dari "iman", sementara "menghormati" adalah bagian dari "etika".
Kedudukan (hierarki) antara "iman" dan "etika" adalah; etika bersubordinasi terhadap iman. Jangan dibuat terbalik.
Karena salah satu variabel yang ikut menentukan kita berhasil masuk Surga atau tidak, bukan karena kita "menyembah Rektor", melainkan karena kita "menyembah TUHAN".
Menyembah Rektor tidak akan membawa keuntungan apapun, selain hanya akan menyebabkan TUHAN menjauhi kita karena kita telah merubah Rektor menjadi "berhala" besar.
=============================================
Eyang St. Thomas Aquina ketika membahas moralitas manusia berpesan begini;
"Finis non iustificiat medium", Bahasa Latin yang artinya; "Sebaiknya tujuan akhir tidak boleh (ditempuh dengan) menghalalkan segala cara"
============================================
Semoga catatan ini bermanfaat. Salam "Dua Hati" dari "Bukit Sulaiman".
TUHAN YESUS memberkati,
Bunda Maria merestui,
Santo Yosef melindungi kita semua (hitam & putih). Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar