SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Darah Daud 303. Semoga Anda menikmati apa yang ada di blog ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amen.

Cari Blog ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog DARAH DAUD 303 Memiliki aktivitas antara lain: penelitian, penulisan & konseling

Sabtu, 04 Juni 2022

KEMENANGAN PRESIDEN JOSE MANUEL RAMOS HORTA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN TIMOR LESTE 2022 MERUPAKAN RANCANGAN ALLAH (seri 1)

Pesan Nenek Musterius Melalui Burung Cucak Hijau Di Mataram 4 Juni 2004 (Catatan Di Luar Nalar)

=========================

Namaku Gunung
Wajahku murung
Aku memiliki burung
Yang suka bertarung
Di dalam karung
=========================
Perakata Singkat
Hari ini, 4 Juni 2022. Saya memposting kembali artikel lama yang sudah pernah saya tayangkan di laman face book saya (Antoninho Benjamin Monteiro), pada 4 Juni 2020, tetapi dengan catatan: saya edit nama 5 tokoh nasional Timor Leste, di mana salah satunya akan menduduki "Kursi Kematian", berdasarkan pesan Nenek Misterius pada 4 Juni 2004, di Mataram. Saya harus edit nama mereka, karena khawatir, artikel ini terlalu horor.
Pada kesempatan kali ini, saya kembali menyuguhkan sebuah narasi (cerita) yang berada di luar orbit. Alias berada di luar nalar, karena kisah nyata ini berkaitan erat dengan kejadian aneh di mana, seorang nenek misterius memberikan seekor burung "Cucak Hijau" (lihat gambar), pada 4 Juni 2004, di Hotel Kartini Mataram NTB (Nusa Tenggara Barat), saat saya menjalani praktek (stasi) sebagai dokter muda, di Bagian Obgyn (Obstetric and Gynecology - Kebidanan dan Kandungan) di Rumah Sakit Umum Mataram NTB (Nusa Tenggara Barat).
Saat tangannya menyodorokan "Burung Cucak" tersebut, nenek misterius itu menatap mataku dalam-dalam, dengan tatapan yang sangat tajam menusuk, sambil berpesan begini:
=================================
"Anak akan kembali ke Denpasar kan? Terimalah burung ini sebagai hadiah khusus dari nenek. Tak ada nilai materinya. Peliharalah burung ini. Karena tepat 16 tahun yang dihitiung dari hari ini, matamu akan terbuka, untuk melihat rahasia besar yang ada di balik LINGKARAN KUNING yang melingkari mata burung ini".
=================================
(Coba Anda lihat baik-baik LINGKARAN KUNING yang melingkari mata Burung Cucak dalam foto terlampir).
Setelah berkata demikian, saya yang bagaikan orang yang terhipnotis, dengan otak yang tiba-tiba blank (kosong), menerima Burung Cucak yang ada dalam sangkar kecil warna coklat. Dan nenek misterius yang mengenakan kain kebaya hijau, yang sangat bersih, kebaya itu terlihat licin, dengan rambut disanggul, berbalik arah, melangkah meninggalkan saya. Saya mencoba memanggilnya. Tapi suaraku tidak bisa keluar. Seakan-akan ada sesuatu yang menyumpal di tenggorokanku. Nenek itu terus melangkah dan kemudian menghilang di balik tembok halaman Hotel Kartini. Saya mencoba mengejarnya, tapi anehnya, saya tidak menemukannya. Padahal nenek misterius itu baru saja melangkah. Nenek itu menghilang bagai ditelan bumi.
Saya mencoba merenungkan kejadian aneh tersebut. Tapi sulit untuk dicerna secara logika. Kok di tengah keramaian Kota Mataram, bisa-bisanya ada kejadian semacam itu?
===============================
Menggunakan kartu nama Bapak Feliciano da Costa (137) untuk menginap di Hotel Kartini.
===============================
Hari itu Jum'at, 4 Juni 2004, setelah selesai mengikuti acara OK di ruang operasi, karena ada pasien yang mengalami PPP (Perdarahan Post Partum), gegara terjadinya "inversio uteri" pasca melahirkan, kebetulan saya dan dr. Wirantaja (asli Bali) yang menolong partus itu, tiba-tiba ada telfon dari Denpasar, dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, agar dokter muda yang bernama "Antoninho Benjamin Monteiro" segera meninggalkan Mataram, kembali ke Denpasar karena dicari Polda Bali, guna menyelesaikan masalah administrasi yang berkaitan dengan POA (Pengawasan Orang Asing). Di Polda Bali ada satu divisi yang bernama POA, khusus mengurus orang asing. Kalau kagak percaya, coba cek ke Polda Bali.
Maka sore itu, sekitar pukul 3, saya mengemas barang-barang saya, yang paling banyak buku, meninggalkan Asrama Mahasiswa Kedokteran di Jalan Akasia nomor 10 Mataram, dan pindah untuk tidur di hotel. Saya memilih menginap di Hotel Kartini yang ada di Mataram.

Saat akan check in, saya diwajibkan harus menyerahkan ID card untuk didokumentasikan di data base. Apesnya, saya tidak bawa ID Card resmi satupun. Semuanya ada di Denpasar. Saya obrak-abrik dompet saya, yang saya temukan hanyalah kartu nama Bapak Feliciano da Costa (137), Staf Kementerian Kesehatan Timor Leste, yang 3 tahun kemudian, entah kebetulan atau tidak, menanda-tangani sebuah dokumen tertanggal 25 Juli 2007, dengan perihal: memberi saya gelar "SANG-SI" (???).
Kok SANG-SI? Ya, SANG SI. Saya akan memperlihatkan dokumen yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan Timor Leste, edisi 25 Juli 2007, yang ditanda-tangani Pak Feliciano da Costa (137), di lanjutan catatan ini.
Begitu menemukan kartu nama Pak Feliciano da Costa (137), saya memperlihatkannya ke petugas resepsionis. "Pakai kartu ini boleh kagak?"
Untung diterima. "Puji TUHAN YESUS. Aman...," gumamku dalam hati. Namun di satu sisi, saya merasa bersdosa karena telah menggunakan ID orang lain. Tapi mau bagaimana lagi, sudah kepepet sekali. Dalam hati saya berdo'a, semoga beliau yang kartu namanya saya pakai, diberi berkat dan berkah berlimpah.
Penggalan do'a ini muncul secaras pontan. Ternyata, pada 10 September 2011, saat Kuliah Perdana Mahasiswa Pascasarjana Angkatan 2011, saya yang datang lebih awal dan telah duduk di antara ribuan Mahasiswa Pascasarjana lainnya, melihat Pak Feliciano da Costa(137) dan Pak Valente da Silva, berjalan beriringan memasuki Auditorium Pascasarjana Unud, yang terletak di Kampus Bukit Jimbaran Bali. Kedua Staf Senior Kementerian Kesehatan Timor Leste ini, mengambil Program Doktor untuk jalur Pendidikan Kedokteran.
Begitu melihat Pak Feliciano da Costa (137), saya agak kaget. Tapi kemudian penggalan do'aku yang saya panjatkan di Hotel Kartini, pada 4 Juni 2004, terlintas di benak saya. Tampaknya potongan do'a tulusku, memiliki andil, ikut mengantarkan Pak Feliciano da Costa(137) memasuki Unud. Untuk Jenjang Doktoral lagi. Ini membanggakan. Semenjak 10 September 2011, hingga artikel ini ditulis, saya tidak pernah lagi bertemu (melihat) Pak Feliciano da Costa (137).
Sementara, untuk Pak Valente da Silva, terakhir kali saya melihatnya di Dili tahun 2002 dan 2003 karena saya bersama beliau ikut menjadi dosen, mengajar di FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Undil (Universidade Dili), hari itu, 10 September 2011, baru terlihat kembali.
Setelah hari itu (10 September 2011), saya tidak pernah lagi bertemu beliau. Baru 8 tahun kemudian, melalui Acara Yudisium ke-13 Mahasiswa FKM di Unpaz (Universidade da Paz) Dili, pada 21 Desember 2019, saya kembali melihat beliau, saat tampil memberikan "Pidato Ilmiah".
Ada satu frasa yang beliau gunakam sebanyak 3x dalam Pidato Ilmiahnya, yaitu kata PIRAMIDA. Saya sengaja menghitung berapa kali beliau mengucapkan kata PIRAMIDA, karena ada kaitannya dengan kejadian misteri munculnya "tiga ekor ayam jantan putih" di Kampus Unpaz, pada acara peletakan batu pertama pembangunan Monumen Prof. Dr. Lucas da Costa,SE,MSi (Rektor Unpaz) pada 29 Februari 2020, sebagaimana sudah saya tampilkan fotonya di sebuah artikel yang diterbitkan di awal Maret 2020. Tiga titik di mana ketiga ayam jantan putih itu berdiri, jika dihubungkan dengan garis, akan membentuk bangunan geometri PIRAMIDA.
Semenjak saya menjadi dosen di Unpaz, itulah pertama kali dan juga terakhir kalinya saya melihat kehadiran 3 ayam jantan putih itu. Hari itu, saya yang duduk persis di belakang Romo Juvito Rego (teman satu kelas di SMP Katolik Paulus VI Dili), jika tidak diberitahu Kakek Misterius, saya tidak akan melihat, apalagi mendokumentasikan kehadiran tiga tamu agung itu. Mungkin saya harus membuat sebuah catatan berjudul: TRINITAS VERITATIS = Jejak-Jejak Trinitas.
Kita kembali ke Hotel Kartini 4 Juni 2004.
Setelah didaftar, saya dibawa staf resepsionis memasuki kamar nomor 8. Jika ada Staf Hotel Kartini Mataram NTB ikut membaca catatan ini, boleh membuka file komputer Anda, dan langsung ke tamu yang check in pada Jum'at, 4 Juni 2004, kamar nomor 8. Pasti di sana tertulis nama "Feliciano da Costa" (137).
Setelah menyimpan barang-barangku di kamar, saya keluar bermaksud jalan-jalan melihat keindahan Kota Mataram, sambil mencari oleh-oleh untuk dibawa ke Denpasar. Saat itulah tiba-tiba saja muncul Nenek Misterius dengan Burung Cucak Hijau-nya, sebagaimana saya kisahkan di awal artikel ini.

Tiba di titik ini, muncul pertanyaan; "Apa hubungan kausalitas antara kemenangan Dr. Jose Manuel Ramos Horta dalam Pemilihan Presiden 2022 dengan pesan Nenek Misterius di Mataram pada 4 Juni 2004 yang memberikan Burung Cucak Hijau?"
Jika ada sahabat yang bisa membuktikan hubungan kausalitas ini pada tataran Gematris, saya sediakan hadiah pulsa sebesar "Seratus Dolar Amerika ($US100 dolar) yang saya terima 3 hari lalu dari seseorang. Batas waktunya hanya sampai 666 (6-Juni 2022), pukul 00 Waktu Timor Leste.

Bersambung;

Tidak ada komentar: