Sampai detik ini, saya masih konsisten menjaga "imparsialitas" saya di antara Capres nomor urut 6 dan 14. Maka dengan segala kerendahan hati, saya ingatkan teman-teman yang membaca artikel-artikel saya, khususnya artikel yang berkaitan dengan Pilpres 2022, untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan.
Tadi, saya posting
artikel berjudul: "Mampukah Pak Xanana dan CNRT membawa Prof. Ramos Horta
menduduki Istana Aitarak Laran". Ada beberapa sahabat yang setelah membaca
artikel tersebut, langsung menarik kesimpulan bahwa Presiden Lu Olo lah yang
akan memenangkan Pilpres 2022. Padahal dalam artikel tersebut, saya tidak
mengeluarkan pernyataan defenitif, tentang pemenang Pilpres 2022.
Pak Xanana itu bukan
Prof. Ramos Horta. Prof. Ramos Horta juga bukan Pak Xanana. Keduanya beda nama
dan beda nasib. Dengan demikian, jika Pak Xanana tidak bersedia menandatangani
Perjanjian Yosua pada 12 Mei 2018, lalu kenapa Prof. Ramos Horta yang harus
dihukum untuk tidak memenangkan Pilpres 2022.
Lagi pula, jika Pak
Xanana tidak menandatangani Perjanjian Yosua, mengapa Presiden Lu Olo yang
harus menikmati kemenangan Pilpres 2022? Apakah Presiden Lu Olo yang telah
menandatangani Perjanjian Yosua? Jangankan menandatangani Perjanjian Yosua,
membaca saja pun, Presiden Lu Olo tidak pernah melakukannya. Sementara, Pak
Xanana, walau tidak bersedia menandatangani Perjanjian Yosua, tetapi Beliau
"bela-belain" mengunjungi Rumah Tua Yosua sebanyak 2X (kunjungan
pertama, 28 April 2018 dan kunjungan kedua, 12 Mei 2018), dan membaca
berulang-ulang naskah Perjanjian Yosua. Ini perbedaannya. Dan perbedaan ini,
akan menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi ALLAH.
Seandainya, sekali
lagi seandainya, ALLAH harus menghukum Pak Xanana karena tidak bersedia
menandatangani Perjanjian Yosua, maka bukan dengan cara "menghukum Prof.
Ramos Horta harus kalah di Pilpres 2022". Tetapi menghukum dengan cara
lain, misalnya, Fretilin yang memenangkan Pemilihan Parlamen 2023, dan bukan
CNRT, sebagai konsekuensi karena Pak Xanana menolak menandatangani Perjanjian Yosua.
"Masa yang
menolak menandatangani Perjanjian Yosua adalah Pak Xanana, yang harus dihukum
Prof. Ramos Horta yang tidak tahu apa-apa tentang perjanjian itu?"
CAPRES BARU TIDAK
MASUK DALAM RANCANGAN ALLAH
Ada sahabat yang
menanyakan, kenapa nomor urut yang dibahas, dan bahkan dikait-kaitkan dengan
Kitab Suci, hanya nomor urut Presiden Lu Olo dan Prof. Ramos Horta (614).
Sementara nomor urut Capres lain tidak dibahas?"
Maaf beribu maaf.
Para Capres baru, tidak masuk dalam "Rancangan ALLAH". Lagi pula,
nomor urut yang terletak di atas meja Xefe Gabinete Ministeriu Asuntus
Kombatentes Libertasaun Nasional (MAKLN), hanya nomor urut 614. Sementara nomor
urut para Capres baru, berada jauh di luar orbit.
Pada 7 Juli 2020
(bukan 7 Juli 2021), saya telah menyinggung mengenai "Perjanjian Bintang
Daud". Itu artinya, melalui atribusi kalimat judul "Perjanjian
Bintang Daud" yang diterbitkan pada 7 Juli 2020 (sebagaimana dapat Anda
baca di artikel yang saya share kembali di laman face book saya hari ini), saya
telah menyampaikan pesan (implisit) bahwa di pilpres 2022, tidak akan muncul
pemenang pilpres berwajah baru.
Bintang Daud itu
hanya memiliki "6 sudut" dan "enam sisi" (Hexagonal). Maka
jika pemenang Pilpres 2022 adalah wajah baru, itu artinya muncul orang ke-7.
Lalu di sudut dan sisi Bintang Daud yang manakah, Presiden ke-7 harus
mendapatkan tempat?
Kesimpulannya:
"Keikut-sertaan para capres baru di Pilpres 2022, adalah karena
Konstitusi. Bukan karena Kitab Suci". Terima-kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar