"Jika Timor Leste menyandang status Tanah Terjanji, apakah Indonesia juga termasuk? Apakah Indonesia juga harus ikut menguduskan Hari Sabat?"
Pengantar Singkat;
Hari ini, 7 Maret 2016, saat online dan membuka inbox saya, seperti biasa, inbox saya selalu penuh dengan kiriman dari sahabat FB'ers. Saking banyaknya kiriman masuk ke inbox, saya sering bingung, bagaimana harus membalasnya satu per satu.
Dari inbox hari ini, saya tertarik untuk menanggapi pertanyaan seorang sahabt setia yang selama ini selalu rajin membaca artikel-artikel saya dari dulu. Beliau termasuk salah satu Pembaca setia.
Pertanyaannya masuk ke inbox saya dengan catatan waktu yang tertera di sana, tepat pada pukul; "9:31", sebagaimana dapat Anda lihat pada isi inbox Beliau yang saya copy-paste di bawah ini.
Saya bersedia menanggapi pertanyaan sahabat ini, karena dari "dimensi waktu", pertanyaan Beliau disampaikan kepada saya, tepat pada tanggal 7 Maret 2016, yang bagi saya, merupakan hari bersejarah, khususnya yang berkaitan dengan Hukum Sabat.
Dalam sebuah buku berjudul; RAHASIA NUBUATAN 666 (Sang Binatang vesrus Umat Yang Tersisa), yang ditulis oleh seseorang dengan inisial: M.S.N, pada halaman 7 buku dengan nomor ISBN: 979-25-8621-2, ada tertulis pernyataan berikut;
Pada abad ke empat, undang-undang hari Minggu mulai diperkenalkan. Undang-undang sipil pertama mengenai hari Minggu, diterbitkan oleh Kaisar Konstantinus pada tanggal 7 Maret 321. Dengan pertimbangan bahwa hari Minggu itu amat populer di kalangan pemuja matahari, yaitu Dewa Mithra, juga bukankah sebagian umat Kristen juga berbakti pada hari itu?
Alasan utama ditentukannya hari Minggu sebagai hari perbaktian, menggantikan hari Sabat, adalah karena (kaisar) Konstantinus (termasuk) pemuja Dewa Mithra.
Beberapa dekade kemudian, Gereja pun mengikuti teladan itu. Pada tahun 364, diselenggarakan Sidang Umum di Laodekia, untuk pertama kalinya (Gereja) mengeluarkan undang-undang pemeliharaan hari Minggu.
Dalam kanon 29, ketentuan Gereja menyatakan bahwa orang-orang Kristen haruslah memelihara hari Minggu, dan "jika mungkin, jangan bekerja pada hari itu".
Dan pada saat yang bersamaan mencela praktek perbaktian dan penyucian hari Sabat, dan mengatakan supaya orang-orang Kristen janganlah berpangku tangan pada hari Sabtu, dna harus bekerja pada hari Sabtu.
Dengan adanya undang-undang hari Minggu, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun oleh Gereja, telah membuat hidup orang Kristen yang masih setia pada penyucian hari Sabat (menjadi) terganggu.
Itulah sebagian redaksi yang terdapat pada buku berjudul; RAHASIA NUBUATAN 666, tepatnya pada halaman 7.
=====================================
Dari kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa;
"Jika Dekrit Kaisar Konstantinus dijadikan sebagai acuan, maka sejatinya, penghapusan hari SABAT dan digantikannya dengan hari Minggu, bukan dimulai oleh praktisi Gereja Perdana, melainkan dimulai oleh penguasa sipil Kerajaan Romawi, Kaisar Konstantin Agung yang adalah "pemuja dewa matahari" (Dewa Mithra)".
Dan hari ini, 7 Maret 2016, usia Dekrit Kaisar Konstantinus Agung, yang menghapus Hari Sabat dan menggantiknanya dengan Hari Minggu, telah berusia 1695 tahun lamanya.
Tapi jika Dekrit Kaisar Konstantinus di atas, bukan merupakan acuan yang digunakan oleh Gereja Perdana untuk mengahpus Hukum Sabat dan menggantikannya dengan Hari Minggu, maka itu artinya penghabpusan Hukum Sabat, bukan dilakukan oleh Kaisar konstantinus, melainkan oleh Gereja sendiri.
PERTANYAAN DARI SEORANG SAHABAT DARI INDONESIA
Pertanyaan sahabat dnegan inisial "I.S", masuk ke inbox saya pada pukul 9:31. Secara lengkap dapat Anda baca di bawah;
============================================
9:31
Slamat pagi brother, ini hnya obrolan ngalor ngidul jk timor leste dulu nya msh bagian indonesia, brkenan kah jk artikel brother jg menuliskn tentang negara Indonesia kdepan nya sprti apa? jk timor leste trmsuk TANAH TERJANJI apakah indonesia jg trmasuk didlm nya, dan trmsuk jg indonesia hrus menguduskn hari Sabat??aq ingin tau tntang negara Indonesia menurut brother sperti apa..
===========================================
TANGGAPAN SAYA ALA KADARNYA
Tanggapan saya sebagaimana dapat Anda baca di bawah, saya copy-paste langsung dari jawaban saya yang telah saya kirimkan kepada sahabat yang bersangkutan, pada pukul; 15:12. Jawaban ini, tidak mewakili fihak atau Institusi manapun.
=======================================
15:12
Ola brother Ijonk! Apa khabar? Semoga khabar brother dan keluarga baik-baik saja. Lama tidak kontak.
Terima-kasih sudah kontak saya. Pertanyaan brother Injonk, bagus, bahkan indah dan menarik, karena diajukan pada waktu yang tepat. Saya tidak menganggap pertanyaan brother, suatu kebetulan.
Karena saya seorang penggemar berat Ilmu Bilangan, dan juga sekaligus seorang "mistikus" (tapi bukan politikus), maka kata kunci yang merupakan jawaban untuk pertanyaan brother ada pada dua jenis bilangan berikut, yaitu; angka 19 dan angka 4. Menurutku, TAKDIR sebuah bangsa, ada pada bilangan kelahirannya.
Berdasarkan Konstitusi Indonesia dan Timor Leste, Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945. Sementara Timor Leste lahir pada 28 November 1975. Dari bilangan kelahiran kedua bangsa ini, kita bisa menggunakannya sebagai "teropong" (teleskop) untuk mengintip masa depan kedua peradaban ini.
Jika Indonesia dan Timor Leste itu diibaratkan seperti dua orang manusia, maka berdasarkan TAKDIR keduanya yang terikat secara absolut pada bilangan kelahiran masing-masing, di masa tua mereka, keduanya berada di bawah pengaruh (kekuatan) bilangan 19 dan bilangan 4. Bilangan 19 direduksi dari tahun 1945.
Sementara bilangan 4 direduksi dari tahun 1975. Dengan demikian, bilangan 19 adalah merupakan kekuatan yang memayungi masa tuanya Indonesia, sementara bilangan 4, merupakan kekuatan yang memayungi masa tuanya Timor Leste.
Jika kedua bilangan ini digabungkan maka akan terbentuk sebuah formasi baru, menjadi; 194.
Dan ternyata formasi ini (194), merupakan simbol Bilangan SABAT, sesuai dengan Teori Bilangan rumusan Bapa Matematika asal Yunani yang bernama Pythagoras, yang makamnya ada di Croton Italia Selatan.
Para Ahli Bilangan selalu bilang; "Yang namanya bilangan tidak pernah membohongi manusia".
Maka dari penjabaran singkat di atas, dapat saya tarik satu asumsi (yang mungkin sifatnya spekulatif), bahwa, ada kemungkinan besar, di masa depan, entah kapan pun itu (saya sendiri tidak tahu), sejumlah besar orang yang hidup di Indonesia, akan ikut menguduskan HARI SABAT (minimal memikirkannya di dalam otak dna hati mereka), jika menghendaki Indonesia tetap utuh sebagai NKRI. Asumsi terakhir ini dapat dibuat dalam bentuk yang lain menjadi begini;
Jika Indonesia mau mempertahankan (memelihara) keutuhan NKRI, maka wajib hukumnya, Indonesia bersama Timor Leste, harus sama-sama menguduskan HARI SABAT.
Tapi jika tidak, maka ada kemungkinan besar, pada suatu saat, cepat atau lambat, NKRI akan runtuh (dalam artian, akan ada sejumlah wilayah di Indonesia yang lepas), karena angka 19 itu, berdasarkan rumusan Prof. Ravindra Kumar (Ahli Numerologi abad 20 asal India), adalah angka KARMA.
Dan kebetulan karma 19 itu berkaitan erat dengan "simbol-simbol perjuangan separatis". Karena berdasarkan penelitian Prof. Ravindar Kumar (Guru Besar Ilmu Matematika pada Universitas South Pacific, Suva, Fiji), angka 19 itu melekat pada orang-orang yang memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan sebuah bangsa. Sekedar contoh; berdasarkan rumusan bilangan Prof. Ravindra Kumar, nama XANANA itu menghasilkan angka 19. X=6, A=1, N=5, A=1, N=5, A=1. Dijumlahkan = 19.
Atau misalnya, saya mengambil nama lengkap dari salah satu sahabat senior saya (pejuang Kemerdekaan Timor Leste) yang sudah meninggal, yang dulu bersama-sama Pak Xanana menghuni hotel prodeo (LP Cipinang Jakarta).
Dari nama lengkapnya, jika dijumlahkan akan memperlihatkan angka 19 ini, yaitu; FERNANDO LA SAMA DE-ARAUJO. Jika kita menggunakan acuan Prof. Ravindra Kumar, nama ini akan menghasilkan angka 19. (Fernando = 5, La = 4, Sama = 7, DeAraujo = 3. Jika dijumlahkan; 5+4+7+3 = 19).
Ini artinya, di masa depan, oleh berbgai sebab, termasuk oleh karena perubahan paradigma global, maka kemungkinan besar, akan muncul perpektif yang baru yang membawa pengaruh besar bagi cara berpikir generasi Indonesia di masa depan.
Kita tidak bisa menggunakan perspektif dan pola pikir (paradigma) kita yang hidup pada jaman ini untuk mengatakan bahwa keutuhan NKRI itu tidak mungkin runtuh.
Tidak mungkin itu khan, kata kita-kita yang hidup jaman ini. Tapi kita tidak tahu, cara berpikir mereka yang hidup pada 50 atau 100 tahun mendatang???
Namun walau demikian, masih ada sata solusi untuk memelihara keutuhan NKRI. Apa itu? Yaitu hanya dengan intervensi ALLAH.
Bagaimana supaya ALLAH bersedia (mau) melakukan intervensi guna mencegah runtuhnya NKRI?
Jawabannya sederhana; "Bangsa Indonesia, wajib hukumnya ikut memelihar HUKUM SABAT bersama Timor Leste, dengan cara; TAAT dan PATUH pada HUKUM ALAM. Apa hukum alam itu? Hukum alam itu diletakkan ALLAH di balik bilanga SABAT: 194.
Karena tidak mungkin Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 itu karena berlakunya teori co-insidensi. Juga demikian dengan Timor Leste yang lahir pada 28 November 1975 .
Pertanyaannya kini adalah; "Apakah sebagian populasi Indonesia yang memeluk Agama ISLAM, mau ikut memelihara HUKUM SABAT, sebagaimana yang diperintahkan ALLAH dalam ALKITAB?
Tentu Generasi Muslim Indoensia jaman ini akan menjawa; NO WAY. Jika itu (NO WAY) yang menjadi pilihan, yaitu Indonesia tidak mau menetralisir kekuatan KARMA BURUK yang berada di balik angka KARMA 19 dengan menggunakan kekuatan positif yang ada di balik angka 4, yang merupakan Simbol SABAT (Perintah ALLAH yang ke-4 untuk menguduskan Hari SABAT), maka untuk memlihara keutuhan NKRI, Indonesia harus mampu memutar balik jarum waktu, dan untuk kemudian membatalkan TAKDIR NKRI yang terikat pada bilangan kelahiran 17 Agustus 1945.
Pertanyaannya adalah; "Apakah Indoensia mampu memutar balik arah jarum jam yang telah berputar selama 71 tahun di tahun 2016 ini?
Jika Indonesia tidak mampu memutar balik arah jarum jam untuk merubah TAKDIR NKRI, maka itu artinya, menolak menguduskan HUKUM SABAT, sama saja dengan Indonesia lebih memilih KERUNTUHAN NKRI di masa depan (cepat atau lambat). Kita melangkah ke pertanyaan berikutnya mengenai TANAH TERJANJI.
Indonesia hanya bisa disebut TANAH TERJANJI, jika menguduskan HARI SABAT. Karena yang namanya TANAH TERJANJI itu, terikat kepada PERJANJIAN KEKAL yang dibuat ALLAH dengan NENEK MOYANG ORANG ISRAEL.
Timor Leste sendiri, sampai detik ini belum sah menyandang status sebagai TANAH TERJANJI, jika tidak menguduskan Hari SABAT.
Nah, untuk memenuhi syarat sebagai TANAH TERJANJI, maka TANAH TIMOR (tanpa Leste), harus pernah mengandung dan melahirkan THE PROMISED MAN (MANUSIA TERJANJI).
Yang dimaksud dengan THE PROMISED MAN itu adalah; MANUSIA SABAT yang diutus ke bumi ini untuk MERESTAURASI kembali HUKUM SABAT yang telah dihapus melalui DEKRIT KAISAR KONSTANTIN, yang hari ini, 7 Maret 2016, telah genap berusia 1695 tahun.
Dekrit Kaisar Konstantin untuk menguduskan Hari MINGGU sebagai pengahpusan Hari SABAT, dikeluarkan pada tanggal 7 Maret tahun 321.
Pertanyaannya adalah; "Apakah TANAH TIMOR (tanpa Leste), pernah mengandung dan melahirkan THE PROMISED MAN alias MANUSIA SABAT?
Untuk mengetahui; TANAH TIMOR (tanpa Leste), pernah mengandung dan melahirkan THE PROMISED MAN alias MANUSIA SABAT, akan ada tanda penting yang terjadi di tahun 2017.
Tanda apakah itu? Sudah pernah saya bahas berkali-kali sebelumnya. Maka tidak perlu saya bahas ulang di sini.
Yang perlu saya garis bawahi di sini adalah, ketika saya menggunakan terminologi; TANAH TIMOR tanpa Leste, berarti merujuk kepada PULAU TIMOR. Faktanya, PULAU TIMOR itu, sebagiannya menjadi wilayah Timor Leste, dan sebagiannya lagi menjadi wilayah Indoensia.
Dengan demikian, maka jika TANAH TIMOR tanpa Leste pernah mengandung dan melahirkan THE PROMISED MAN alias MANUSIA TERJANJI alias MANUSIA SABAT, maka dua peradaban ini (Indoensia & Timor Leste), tidak bisa mengkalim secara sefihak bahwa THE PROMISED MAN alias MANUSIA TERJANJI alias MANUSIA SABAT itu milik Indonesia atau milik Timor Leste.
Tapi milik bersama. Itu artinya, kalau salah satu menyandang status TANAH TERJANJI, maka dua-duanya sama-sama menyandang status TANAH TERJANJI. Karena yang namanya ALLAH itu bukanlah "mahkluk partisan", yang memiliki kehendak parsial", yang hanya memihak Indoensia dan membenci Timor Leste atau sebaliknya, memihak Timor Leste dan membenci Indoensia.
Sebelum mengakhiri , ada satu catatan khusus yang wajib saya sampaikan di sini. Jika ALLAH itu sudah tahu bahwa, tidak mungkin Indonesia, yang populasinya merupkan penganut Agama Islam terbesar di dunia, tidak akan ikut-ikutan menguduskan Hari SABAT, maka jujur saja, saya kok merasa tergoda sekali dan cenderung untuk membangun sebuah "THESIS SPEKULATIF", bahwa kemungkinan besar, di masa depan, (entah kapan pun itu, saya tidak tahu), cepat atau lambat, akan muncul NETIRA (Negara Timor Raya).
Dengan demikian, PULAU TIMOR itu akan secara utuh menyandang status sebagai TANAH TERJANJI, tanpa melibatkan Indonesia "dalam tanda kutip". Tapi ingaatt...!!! Mengenai NETIRA ini hanyalah sebuah THESIS SPEKULATIF.
Anggap saja THESIS SPEKULATIF ini, saya sampaikan dalam rangka ikut merayakan genap 1695 tahun keluarnya DEKRIT KAISAR KONSTANTIN AGUNG, pada 7 Maret tahun 321, untuk menghapus Hukum SABAT dan menggantikannya dengan Hukum menguduskan Hari Minggu.
Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan untuk sementara ini. Terima-kasih banyak telah mengajukan pertanyaan yang tepat pada hari yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar