Puji TUHAN YESUS, atas Penyelenggaraan Ilahi, setelah menunggu sekian lama, akhirnya pada hari ini, 7 April 2021, saya bisa melanjutkan kembali artikel ini. Seri pertama artikel ini, diterbitkan untuk pertama kalinya pada 26 Januari 2021. Diterbitkan pada 26 Januari 2021, karena sejumlah alasan. Salah satunya adalah untuk mengenang genap 5 tahun kunjungan Presiden Jokowi di Timor Leste (26 Januari 2016).
Judul utama pada seri kedua ini, masih tetap sama dengan judul utama pada seri pertama, yang terdiri dari 12 kata (Bilangan Yang Diucapkan Presiden Jokowi Memastikan Bahaya Covid 19 Bagi Timor Leste). Sementara sub judulnya juga masih tetap sama, terdiri dari 9 kata (Tidak Akan Ada Unpaz Jika Tidak Ada Operasi Seroja). Jika kata-kata dalam judul utama dan sub judul digabungkan, maka judul artikel ini terdiri dari 129 kata (???) Bilangan 129 ini merupakan sebuah “steganos” (mengandung pesan tersembunyi).
MISTERI PERTAMA: “Antara kartu remi tujuh keriting
yang diletakkan Dekan Fakultas Hukum Unpaz di halaman 83 dengan rentang waktu
83 hari”
Sebagaimana
dapat Anda baca pada seri pertama artikel ini, saya menuliskan di sana bahwa untuk
seri-seri selanjutnya, pola (format) penulisan artikel ini akan ditulis berdasarkan
“misteri per misteri”. Maka pada seri
kedua ini, saya akan memulai dengan “Misteri
Pertama”.
Pada setiap
misteri yang akan saya buka, akan selalu ditampilkan data dan fakta (kejadian nyata).
Tapi kejadian nyata yang tidak bisa dijelaskan secara logika, berhubung
kejadian nyata tersebut berada di luar
orbit logika manusia. Maka kita hanya bisa merenungkannya. Dan untuk “Misteri Pertama” ini, data dan fakta
yang akan saya buka berhubungan dengan “bilangan 83”.
“Dari mana munculnya angka 83 ini?”Coba Anda perhatikan salah satu foto yang saya lampirkan dalam tulisan ini. Kartu remi “Tujuh Keriting”, terletak di halaman 83 dari buku dengan judul utama: OPERASI SEROJA,
dengan sub-judul:
“Di Timor-Timur Dahulu Kami
Berjuang Untuk Negara”.
Dan di bawah sub judul buku
tersebut, terdapat kalimat panjang berikut ini:
“Sebuah kisah dari Kolonel Infantri (Purn) Michael Roderick Ronny Muaya, Pejuang Veteran Eks Timor-Timur, Desember 1975 - Desember 1978”.
Buku
tersebut ditulis oleh Sdr. Bobby Revolta, yang tidak lain adalah putera kandung
dari Kolonel Infantri (Purn) Micahel Roderick Ronny Muaya, yang pernah terlibat
dalam Operasi Seroja di Timor-Timur, dari Desember 1975 sampai Desember 1978. Beliau
terpaksa mengakhiri tugasnya di Timor-Timur karena lengan kirinya tertembak dan
harus diamputasi.
Saya membeli buku tersebut di Toko Buku Gramedia Matahari, Jl. Dewi Sartika, Denpasar, pada
7 November 2019, saat melakoni Studi Banding di Universitas Udayana (Unud).
“Siapakah
yang meletakkan kartu remi “Tujuh Keriting” di halaman 83?
Yang
meletakkan kartu remi “Tujuh Keriting” di halaman 83 adalah Dekan Fakultas
Hukum Unpaz (Universidade da Paz), Companheiro Leonito Ribeiro,SH,M.Hum (yang
saat ini tercatat sebagai salah satu Mahasiswa Doktoral, di Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Udayana/Unud) Bali.
“Kapan
kartu remi “Tujuh Keriting” diletakkan di halaman 83?”
Kartu remi
tersebut diletakkan di halaman 83 pada tanggal 1 Oktober 2020.
“Kenapa
Dekan Fakultas Hukum Unpaz harus meletakkan kartu tersebut di halaman 83?”
Baca
kisah singkat berikut:
Pada pertengahan
September 2020, Dekan Fakultas Hukum Unpaz datang ke ruang Cee-Paz. Kedatangan
beliau untuk meminta tolong ke saya,
menanyakan suatu informasi kepada seseorang. Informasi tersebut, berkaitan erat dengan orang
yang bernama “Bobby”. Tapi “Bobby” yang dimaksudkan di sini, bukanlah “Bobby”
sang penulis buku Operasi Seroja. Melainkan Bobby yang berbeda yang saat ini
tinggal di Timor Leste.
Saya
menynggupi permintaan Pak Dekan. Tapi saya terus menunda-nunda. Lalu pada 30
September 2020, Dekan kembali mendatangi saya di ruangan Cee-Paz, guna
memastikan, apakah saya sudah bertanya atau belum? Kalau sudah, apa jawaban
orang tersebut? Karena Pak Dekan sangat mengkhawatirkan kondisi orang bernama
Bobby. Saat itu (30 September 2020), saya bilang; belum sempat bertanya. Pak
Dekan memohon dengan sangat untuk menanyakan.
Akhirnya,
setelah beliau meninggalkan ruangan Cee-Paz, saya mencoba menelfon orang
tersebut. Tapi belum sempat tersambung, tiba-tiba Kakek Misterius menampakkan
Diri dan mencegah saya untuk tidak boleh menelfon orang tersebut. Lalu Kakek
Misterius memberi pesan, agar besoknya (1 Oktober 2020), saat ke kampus, saya diharuskan
membawa buku berjudul Operasi Seroja,
karangan Bobby Revolta, beserta satu pack
kartu remi, ditambah dengan Patung
Bunda Suci Perawan Maria (Bunda Penolong Abadi = Maria Auxiliadora) sebagaimana dapat Anda lihat dalam salah
satu foto terlampir.
Sekedar
info tambahan; Patung Bunda Penolong Abadi (Maria
Auxiliadora) dalam foto terlampir (diletakkan di atas buku Operasi Seroja),
dibawa oleh seorang teman (cewek) langsung dari Paris Perancis. Dibeli di
Katedral Notre Dame yang terletak di Paris. Saya menerima patung aneh tersebut
dari Companheiro SBY, pada 22 Oktober 2018 di Istana Puteri Wandan Kuning (???).
Akhirnya, pada 1 Oktober 2020, pagi-pagi sekali saya sudah berada di kampus, bersama semua barang pesanan Kakek Misterius. Rencananya, siang hari, saat akan break untuk lunch, baru saya menelfon Dekan untuk bertemu. Tapi entah kenapa, sebelum jam 12 siang, Pak Dekan tiba-tiba sudah muncul di ruangan Cee-Paz, untuk menagih janji saya.
Ini
yang namanya, pucuk ditimpa, mbak Wulan Guritno pun tiba. Ya sudah, ritual pun
dimulai. Saya persilahkan Pak Dekan duduk dengan manis. Saya mengeluarkan buku
Operasi Seroja, meletakkannya di atas meja. Lalu saya keluarkan juga Patung
Bunda Penolong Abadi dan diletakkan di atas buku Operasi Seroja. Karena pesan
Kakek Misterius seperti itu. Lalu saya keluarkan satu pack kartu remi, untuk diletakkan
di atas meja.
Pak
Dekan bingung melihat tingkah saya (meletakkan barang-barang aneh di atas meja).
Saya biarkan saja kebingungan itu berlangsung. Toh nanti juga beliau bakalan
tahu. Setelah itu, saya menjelaskan segala sesuatunya. Beliau pun faham. Lalu
saya meminta Pak Dekan untuk berdo’a, mengajukan permohonan kepada Allah
melalui “perantaraan Bunda Penolong Abadi”. Pak Dekan menutup matanya dan mulai
berdo’a. Saya juga ikutan berdo’a. Cuma, isi do’a kami berbeda. Isi do’a saya
adalah “do’a rahasia” yang diajarkan TUHAN YESUS sendiri, saat menampakkan
DiriNya bersama Bunda Perawan Maria melalui mimpi, pada 10 Maret 2017 (sudah
beberapa kali saya kisahkan mimpi aneh ini sebelumnya).
Setelah
selesai berdo’a, saya meminta Pak Dekan mengambil satu kartu secara acak, dari
tumpukan kartu remi di atas meja. Tapi kartu terebut harus diambil dalam keadaan
mata tertutup rapat. Tidak boleh mengintip sekali pun. Beliau “nurut” bagaikan
kerbau dicocok hidungnya.
Tangan
Pak Dekan bergerak. Satu kartu remi berhasil dicopot. Lalu masih dengan mata tertutup rapat, saya
meminta beliau memasukkan kartu remi tersebut ke dalam buku Operasi Seroja. Mau meletakkan di
halaman mana, terserah. Yang terpenting diletakkan dalam keadaan, mata tertutup
rapat-rapat. Akhirnya kartu remi tersebut berhasil disisipkan ke dalam buku.
Lalu
saya meminta Pak Dekan membuka mata. Sampai di titik ini, kami berdua sama-sama
belum tahu, apa jenis kartu tersebut? Dan diletakkan di halaman berapa? Kemudian
kami membuka buku Operasi Seroja
untuk memastikan, apa jenis kartu itu? Dan terletak di halaman berapa? Ternyata
setelah dibuka, kartu tersebut adalah “Tujuh Keriting”. Dan kartu tersebut terletak
di halaman 83, sebagaimana dapat
Anda lihat dalam foto terlampir. Inilah kisah singkat, mengenai asal-usul munculnya
angka 83.
Akhirnya, berdasarkan kesepakatan di antara saya dan Dekan, jika kartu yang muncul adalah berwarna hitam, maka itu artinya, kami dilarang untuk menanyakan informasi tentang “Bobby” kepada orang tersebut. Larangan tersebut sesuai dengan perintah yang tertulis dalam Alkitab Perjanjian Lama. Maka sampai detik ini, saya tidak pernah lagi melakukan kontak dengan orang tersebut untuk menanyakan informasi yang berhubungan dengan Bobby. Ternyata Bobby-nya baik-baik saja sampai detik ini.
Karena “Misteri
Pertama” ini membahas mengenai bilangan 83, maka pertanyaan selanjutnya adalah;
“Apa makna dari angka 83?”
Makna
dari angka 83, banyak sekali. Untuk mempersempit ruang pembahasan, maka
bilangan 83 harus dikontekskan terlebih dahulu, agar pembahasan tidak melebar
dan meluber kemana-mana. Untuk itu, pembahasan makna bilangan 83 harus bersubordinasi
(tunduk) kepada “129 kata” yang secara eksplisit, terkontruksi melalui judul
utama dan sub judul artikel ini.
Berhubung
esensi utama judul artikel ini adalah mengenai bahaya Covid 19 bagi Timor
Leste, maka saya akan memmulai membahas bilangan
83 berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan Covid
19 di Timor Leste. Judul utama artikel ini adalah: “Bilangan yang diucapkan Presiden Jokowi memastikan bahaya Covid 19
bagi Timor Leste”.
Yang
aneh adalah nilai Gematrik Latin dari nama JOKOWI, jumlahnya = 83
J+O+K+O+W+I = 10+15+11+15+23+9 =
83.
Tapi bukan itu masalah utama yang akan dibahas
di sini. Yang akan dibahas di sini adalah dua titik yang menghubungakn satu
rentang waktu, yang oleh Filsuf Eksistensialis
Jerman, Martin Heidegger (melalui
bukunya berjudul BEING and TIME),
disimbolkan dengan huruf Z (Z= Zeitsenabstand, bahasa Jerman yang artinya: durasi waktu). Jadi yang akan dibahas di sini
adalah nilai Z yang menghubungkan antara 13
Januari 2021 (saat Presiden Jokowi mengucapkan bilangan yang memastikan
bahaya Covid 19 bagi Timor Leste) dengan kematian pasien Covid 19 di Timor
Leste untuk pertama kalinya, yang terjadi pada 6 April 2021.
Coba
Anda hitung sendiri nilai Z antara 13 Januari 2021 dengan 6 April 2021. Hasilnya pasti “83 hari”. Pada 13 Januari 2021 Presiden Jokowi mengucapkan bilangan itu. Selang 83
hari kemudian, pada 6 April 2021,
untuk pertama kalinya jatuh korban Covid 19.
“Kenapa bisa tepat 83 hari?” Saya sendiri tidak tahu. Maka jangan tanyakan ini ke saya. Dari seri pertama artikel ini, sudah saya tuliskan di sana untuk mengingatkan semua fihak, bahwa isi artikel ini adalah “Kesaksian Iman’ yang berada di luar orbit (logika manusia). Kita tidak bisa menjelaskan data dan fakta yang muncul melalui kejadian nyata. Bukan kejadian abal-abal.
Kesimpulan
Kesimpulan sederhana yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini adalah: Sebagian peristiwa yang terjadi di jagat raya ini berlangsung karena kehendak bebas (free will) manusia, tapi sebagain lagi terjadi karena merupakan bagian integral dari “PI” (Penyelenggaraan Ilahi).
Saran
Rakyat
Timor Leste sebaiknya rajin melakoni 3B (Berdoa, Bertobat dan Bertirakat),
karena Badai Seroja yang terjadi pada 4 April 2021, yang menyebabkan ribuan
penduduk harus mengungsi di berbagai lokasi di Kota Dili, akan menjadi media
yang baik bagi terjadinya penularan virus SARS CoV-2 secara massif. Bukan hanya
itu. Tujuan utama melakoni 3B, adalah memohon intervensi ALLAH untuk mencegah,
agar “hipothesa” di bawah ini (mengenai kematian salah satu tokoh Timor Leste
gara-gara Covid 19), tidak berubah menjadi “thesis”,.
Bersambung;
Catatan
Kaki:
Anda yang
mungkin kepo dengan perkembangan Covid 19 di
Timor Leste, termasuk mungkin kepo juga dengan vaksin AstraZeneca, produksi Perusahaan
Farmasi di UK yang bekerja sama dengan Oxford University, sebaiknya membaca
seri ketiga artikel ini, karena pada seri ketiga, saya akan membahas “Misteri Kedua” mengenai nilai Z (Zeitsenabstand = rentang waktu) 173 hari, yang menghubungkan 15 Oktober 2020 dan tanggal 6 April 2021.
Jika 6 April 2021 adalah hari kematian
pertama pasien Covid 19 di Timor Leste, lalu apa yang terjadi pada 15 Oktober 2020? Sekedar informasi
awal, pada 15 Oktober 2021, Prof.
dr. Joao Soares Martins,MPH.,PhD (senior saya di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) Bali, yang saat ini menjabat sebagai Rektor UNTL
(Universidade Nasional Timor Lorosa’e), dalam kapasitasnya sebagai pimpinan Ekipa CoMo TL (Covid Modeling Timor Leste),
menanda-tangani sepucuk surat. Surat tersebut ditujukan kepada Menteri
Kesehatan Timor Leste saat ini, dr. Odete Maria Freitas Belo,MPH (senior saya di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali). Tapi apa jawaban
Menteri Kesehatan Timor Leste terhadap surat tersebut? Baca di seri ketiga
artikel ini.
Jangan
menganggap remeh bilangan yang merupakan nilai Z (173) yang menghubungakn 15
Oktober 2020 dengan 6 April 2021. Kenapa demikian? Karena ada kemungkinn (hipothesa),
seorang tokoh Timor Leste bisa meninggal gara-gara Covid 19. Hipothesa ini
diturunkan dari kejadian nyata, yaitu kartu remi “Tujuh Kerting” yang ditarik
Dekan Fakultas Hukum Unpaz pada 1 Oktober 2020, untuk kemudian diletakkan di
halaman 83 buku Operasi Seroja. Coba
Anda konversikan 13 huruf yang terdapat dalam frasa “Tujuh Keriting”, ke dalam Gematrik Latin. Lalu jumlahkan hasil
konversi. Bukankah hasilnya = 173?
Tujuh =
80. Keriting = 93. Totalnya = Tujuh + Keriting = 80 + 93 = 173.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar