SELAMAT DATANG

Selamat datang di Blog Darah Daud 303. Semoga Anda menikmati apa yang ada di blog ini. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amen.

Cari Blog ini

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blog DARAH DAUD 303 Memiliki aktivitas antara lain: penelitian, penulisan & konseling

Sabtu, 11 Juni 2016

FRASA "TIMOR" BERASAL DARI BAHASA ITALIA ATAU BAHASA IBRANI?

 Istilah “Ibrani” untuk ‘Israel’ Sebuah Kesalahan Sejarah Fatal

Pengunjung "Darah Daud 303" yang dimuliakan ALLAH..!!!
Melalui catatan pendek ini, saya sampaikan bahwa nanti malam, setelah pukul 9 (malam) Waktu Bali, saya akan umumkan, apakah nama Pulau TIMOR itu, secara etimologis (akar kata), berasal dari Bahasa Italia atau Bahasa Ibrani?

Saya memilih “Hari Sabat, 11 Juni 2016”, untuk mengumumkan kepastian mengenai “asal-usul” nama Pulau TIMOR karena sejumlah alasan.
Salah satu alasannya adalah untuk mengenang genap “20 tahun”, terjadinya satu kejadian aneh yang saya alami, yang sulit dijangkau (sulit terselami) oleh kemampuan logika manusia yang terbatas.
Kejadian aneh tersebut terjadi pada 11 Juni 1996. Saya merasa kesulitan untuk menceritakan kejadian aneh tersebut. Lagi pula kalau pun saya ceritakan, sepertinya tidak menarik bagi Anda sekalian. Maka saya memutuskan untuk tidak menceritakannya.
Tapi satu hal yang pasti, ALLAH Yang Maha mengetahui, menjadi saksi atas kejadian fenomenal tersebut, yang berhubungan erat dengan “asal-usul” nama TIMOR.
Pertanyaannya adalah; “Apakah frasa TIMOR itu berasal dari Bahasa Italia atau Bahasa Ibrani?” Jika Anda berminat mengetahuinya, silahkan kunjungi situs ini nanti malam.
BAHASA MENUNJUKKAN BANGSA
Para Filsuf, khususnya para Filolog (ahli bahasa) sering bilang begini; “BAHASA menunjukkan BANGSA”.
Ini artinya, jika nama Pulau TIMOR itu berasal dari Bahasa Italia, maka Bangsa Timor tidak akan membangkitkan “murka ALLAH”, dengan mengikuti “doktrin Gereja Katolik Roma” (yang terletak di Tanah Italia) yang melestarikan perayaan “Hari Minggu” dan “menolak pengudusan Hari Sabat”.
Tapi jika nanti malam saya mengafimasi (mengumumkan) bahwa nama (Pulau) TIMOR itu ternyata “asal-usulnya” berasal dari “Bahasa IBRANI”, maka BANGSA TIMOR adalah BANGSA IBRANI. Bukankah yang namanya “BAHASA itu menunjukkan identitas sebuah BANGSA”?.
Dan jika ternyata BANGSA TIMOR adalah BANGSA IBRANI, karena frasa TIMOR berasal dari Bahasa IBRANI, maka semua orang yang BERDARAH TIMOR (baik itu lahir di atas TANAH TIMOR atau lahir dari orang tua dan atau leluhur yang BERDARAH TIMOR), secara otomatis adalah; BERDARAH IBARNI dan wajib hukumnya, harus MENGUDUSKAN HARI SABAT.
Siapapun yang dalam dirinya mengalir DARAH TIMOR berarti dalam dirinya mengalir DARAH IBRANI.
Dan semua orang yang dalam dirinya mengalir DARAH IBARNI, terikat secara absolut kepada “10 Perintah ALLAH” yang diterima Nabi Musa di Gunung Sinai. Dan di dalam 10 Perintah ALLAH, tepatnya Perintah ALLAH ke-4, tertulis Perintah ALLAH untuk harus menguduskan Hari SABAT.
Karena dalam Injil, tertulis dengan jelas, di mana Putera ALLAH sendiri berkata bahwa kedatangan-Nya bukan untuk meniadakan satu iota atau satu titikpun dari “hukum Taurat”.
============================================
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi". (Matius; 5:17-18)
============================================

Lalu siapakah yang memindahkan “pengudusan Hari Sabat” menjadi “pengudusan Hari Minggu?”
Silahkan simak kutipan teks di bawah yang saya batasi dengan garis. Teks tersebut saya kutip dari buku berjudul; FAKTA DAN FIKSI DALAM the DA VINCI CODE, karya Steven Kellemeyer, alih bahasa; Dewi Minnagsari, yang diterbitkan oleh Optima Pers, edisi pertama; Februari 2005.
Mereka yang di rumah memiliki buku tersebut, silahkan baca sendiri halaman 63, yang isinya secara lengkap sebagai-berikut;
================================================
KONSTANTIN MMEINDAHKAN SABAT KE HARI MINGGU
Sesungguhnya, para rasul yang melakukan hal ini, dan mereka melakukannya sebelum ayah Konstantin lahir. Fakta ini dapat dengan mudah dibuktikan. Perjanjian Baru memperlihatkan bahwa para rasul mengatakan Sabat tidak mengikat bagi orang Kristen (Kis. 15:1-29; Kolose 2:16-17), dan gereja awal memuja hari pertama dalam minggu untuk mengenang kebangkitan Penyelamat (Kis 20:7; Kor 16: 2). Sejumlah sejarah besar sejarah gereja yang ditulis sebelum Konstantin mengakui hal ini, termasuk karya Justin Martyr yang pernah disebut sebelumnya.
=============================================

Pertanyaannya kini adalah;
Manakah yang wajib kita taati? Perintah KRISTUS atau perintah para Rasul? Sementara ALLAH sendiri telah berulang-ulang mengingatkan agar “orang-orang IBRANI” (orang-orang ISRAEL), wajib hukumnya (no excuse), harus “menguduskan Hari Sabat”.
Dengan demikian, jika ternyata, nama Pulau TIMOR berasal dari Bahasa IBRANI, maka berarti orang-orang “berdarah TIMOR”, adalah “orang-orang berdarah IBRANI”.
Maka wajib hukumnya, siapapun yang berdarah IBRANI, di belahan bumi manapun mereka hidup, apalagi di Tanah TIMOR, mau di "Desa Badut Mean" (TIMOR Leste) atau di "Desa Silawan" (TIMOR Barat), wajib hukumnya harus menguduskan Hari Sabat.
Karena "perintah mengenai Pengudusan Hari Sabat" adalah “Perintah ALLAH”. Bukan sekedar “perintah manusia”.
Nah, sambil menunggu pengumuman nanti malam (apakah nama TIMOR itu, berasal dari akar bahasa ITALIA atau berasal dari akar bahasa IBRANI), sekedar “refreshing” (penyegaran), saya persilahkan Anda untuk membaca salah satu artikel menarik berjudul; “Istilah Ibrani” untuk ‘Israel’ Sebuah Kesalahan Sejarah Fatal”.
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat. Salam “Dua Hati” dari “Bukit Sulaiman”. Selamat berakhir pekan bersama Keluarga tercinta. Selamat merayakan Sabat suci bagi mereka yang merayakannya.
TUHAN YESUS memberkati
Bunda Maria merestui
Santo Yosef melindungi kita semua (hitam & putih). Amin.
Lampiran
ISTILAH ‘IBRANI’ UNTUK ‘ISRAEL’ SEBUAH KESALAHAN FATAL
Oleh: Dr. Fayez Rasyed
SEIRING orang menggunakan istilah Ibrani (Ibriah, Hebrew) untuk penisbatan kepada Negara entitas zionis. Mereka terbawa oleh penggunaan ‘israel’ dalam istilah keseharian mereka, terutama dalam media massa. Padahal jika diteliti akan ditemukan ini sebagai kesalahan fatal. Bahkan ini secara mendasar sebagai masalah inti konflik antara umat dengan negara entitas zionis.
Selama ini pihak pejabat zionis ngotot menggunakan istilah ini. Benyamin Netanyahu pernah menegaskan hal ini di Universitas Bar-Ilan saat memberikan sambutan di periode yang ketika menjadi perdana menteri.
“Jika ingin memulai perundingan, maka Palestina dan Arab harus mengakui “yahudisme” negara entitas ‘israel’ untuk menyepakati solusi penyesaian apapun antara dua pihak,” demikian ujarnya kala itu.
Setelah mengakui “yahudisme” israel selanjutnya akan ada peran “ibrani”. Kedua istilah ini terkait dan memiliki implikasi yang sama berbahayanya terhadap Palestina, Arab dan hak-hak nasional mereka.
Faktanya simbol negara ‘israel’ raya belum selesai di kalangan kelompok kanan zionis ekstrim. Dalam jajak pendapat diperkirakan tahun 2025, prosentasi warga zionis di ‘israel’ adalah 62%.
Sayangnya, sebagian besar kolumnis, jurnalis, sebagian politisi menggunakan istilah ini dalam ungkapan dan tulisan mereka. Ini artinya; secara ringkas mereka mengakui kebenaran riwayat (versi) zionis terhadap sejarah Palestina; tanah air, bangsa, dan peradaban.
Dalam arti lain, Palestina sejak ada dalam sejarah terikat dengan Yahudi sementara Arab dan adalah bangsa yang muncul kemudian.
Artinya; kepalsuan sejarah ke-Arab-an – Islam-Palestina dan mengakui hak yahudi di Palestina dari sisi historis dan mengakui Palestina sebagai tanah yang dijanjikan bagi Yahudi- ‘israel’.
Beridentitas yahudi pun bebas bertindak apapun terhadap warga Palestina jajahan 48 karena dianggap sebagai warga kelas “tujuh”.
Dan ‘israel’ juga berhak melakukan tindakan rasis, berhak mengusir, dan begitu seterus.
Sebagai contoh; Berdasarkan hasil studi sejarawan Barat dan Arab, seperti J. D. Darger, guru besar ilmu bahasa Ibrani di Univeritas Oxford dalam artikelnya di Ensiklopedia Inggris, juga peneliti sejarah pakar bahasa Kuni Calivani Petanato, Dr. Muhammad Nahl, guru besar sejarah di Universitas Al-Azhar dan banyak peneliti lainnya mengatakan bahwa setelah ditemukan bahasa Ibla (Ebila) Sam, di sebelah selatan Alepo, maka kata Ibrani adalah kata umum yang ditunjukkan kepada kelompok besar suku nomaden di gurun Sham (Syam). Kata dengan makna yang sama ditemukan di tulisan pahat dan Firaun.
Sementara Yahudi pada saat itu masih belum ada. Ketika bangsa Yahudi lahir dan menisbatkan kepada ‘Israel’, mereka mengatakan tentang “Ibrani” sebagai bahasa bangsa Kan’an.
Padahal berdasarkan hasil penelitian terkait budaya Yahudi, bahasa Yahudi di Palestina dan negeri Syam adalah bahasa Kan’an sebagaimana bahasa warga setempat lainnya.
Peneliti Abdul Wahhab Jaburi pernah menegaskan dalam “Lahirnya Bahasa Ibrani dan Perkembangannya” menegaskan, bangsa Yahudi mengubah fakta-fakta sejarah dan “mengklaim Ibrani sebagai bahasa mereka”. Padahal bahasa Ibrani adalah salah satu logat Aramiah dan Kan’aniah, era sebelum munculnya Yahudi.
Kelompok penganut agama Yahudi di dunia sampai saat ini pun mereka berbahasa dengan bahasa setempat, bukan bahasa Ibrani. Adapun sebagian rabbi-rabbi Yahudi dan kelompok agamis Yahudi seakan mumpuni dalam membuat logat khusus adalah hal yang dibuat-buat semata. Demikian hal dengan kelompok Yahudi di dunia seperti Eshkanazi (Yahudi barat) menggunakan campuran bahasa setempat dan bahasa Eropa (Inggris) modern.
Karena itu, istilah Ibrani digunakan oleh ‘israel’ untuk membutikan (cara terbaik menurut mereka) untuk mengklaim keterkaitan Yahudi dengan Palestina. Sementara sejarawan Yahudi masih mempertahankan bahwa Ibrani bermakna Yahudi atau yang mereka sebut dengan Ibrani Taurat. Dengan ini mereka ingin memaksakan kaitan antara Ibrani dengan sejarah Yahudi.*
Penulis adalah kolumnis di Middle East Monitor (MEMO). Artikel ini dimuat di Al-Wathan Amman dan The Palestinian Information Center (PIC)
Sumber kutipan;

http://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2014/12/26/35782/istilah-ibrani-untuk-israel-sebuah-kesalahan-sejarah-fatal.html

Catatan Kaki;
Mengenai tulisan Dr. Fayez Rasyed ini, saya tidak ingin memberikan komentar apapun. Setidak-tidaknya untuk saat ini.
Jika ada di antara Anda yang ingin berkomentar mengenai tulisan Dr. Fayez Rasyed ini, silahkan saja. Terima-kasih.
TUHAN YESUS memberkati kita semua (hitam & putih). Amin.

Tidak ada komentar: